Senin, 16 Maret 2015

Laporan Praktek Kerja Lapang Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu komoditas ikan ekonomis penting untuk budidaya laut di wilayah Indonesia karena memiliki pasaran yang besar di wilayah Asia Tenggara. Pada mulanya terdapat 10 jenis kerapu yang dapat di budidayakan di perairan Indonesia dengan menggunakan benih atau gelondongan dari tangkapan alam di wilayah perairan sekitar.
            Pada tahun 1999, penelitian dan pengembangan untuk multi spesies hatchery yang dilakukan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Gondol – Bali bersama JICA (Japan International Cooperation Agency) pertama kali sukses memproduksi massal benih ikan kerapu tikus. Pengembangan teknologi ini telah didesiminasikan kepada hatchery milik pemerintah maupun swasta di wilayah Indonesia, sehingga produksi benih ikan kerapu tikus meningkat lebih dari 1 juta benih di tahun 2001.
            Sebagai hasil suplai benih secara kontinyu, beberapa penduduk mulai membudidayakan ikan kerapu tikus di keramba dengan menggunakan benih dari hatchery di berbagai wilayah di Indonesia.
Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) Semester IV SUPM Negeri Tegal ini penyusun memilih laporan dengan judul “Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis)” untuk dipelajari teknik budidayanya. Menurut penyusun skala kebutuhan pasar ikan kerapu tikus akan meningkat ke depannya, karena mengingat jenis ikan ini merupakan ikan ekonomis penting di pasaran dan banyak diminati oleh masyarakat.

1.2. Maksud dan Tujuan
ü  Maksud diadakannya Praktek Kerja Lapang adalah untuk mengetahui secara langsung serta mendapatkan gambaran secara jelas dan menyeluruh tentang pembenihan ikan kerapu tikus.


ü  Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kerja secara langsung, melalui praktek pembenihan ikan kerapu tikus.

1.3. Waktu dan Tempat
            Pelaksanaan PKL berlangsung mulai tanggal 29 Januari sampai 27 Mei 2013 yang berlokasi di Desa Gelung, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Untuk kegiatan praktek dan pengambilan data tentang induk penyusun berpindah lokasi sementara dikarenakan di lokasi yang semestinya masih belum bisa memproduksi induk untuk pemijahan sendiri.Lokasi praktek dan pembelajaran induk berlokasi di BBAP Situbondo yang beralamatkan di Desa Klatakan, Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, pelaksanaannya pada tanggal 12 - 24 Maret 2013.

1.4. Metode Pengambilan Data
          Penyusun menggunakan beberapa metode selama pelaksanaan praktek berlangsung sebagai bahan untuk mengisi dan melengkapi laporan praktek ini. Metode yang digunakan penyusun antara lain :
1. Metode Observasi ( Pengamatan )
          Penyusun mengamati secara langsung berbagai kegiatan yang dilaksanakan di lokasi praktek secara cermat sehingga dapat dijadikan bahan untuk penyusunan laporan ini.
2. Metode Interview
          Penyusun menanyakan secara langsung metode yang belum dipahami saat kegiatan praktek berlangsung dan di uraikan dalam laporan.


3. Study Pustaka
      Penyusun mencari data-data dari buku baik yang dikeluarkan dari dinas perikanan maupun swasta dan mengunjungi situs terkait di internet, serta mencari buku referensi-referensi yang ada di perpustakaan sekolah.


 BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1. Letak Geografis dan Iklim
            Hatchery KWM (Kerapu Wilujeng Mulya) berlokasi di Desa Gelung, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Antara Desa Gelung dan Kota Situbondo berjarak ± 17 km. Secara Geografis Desa Gelung terletak pada posisi  7° 35’ - 7° 44’ LS dan 113° 30’ - 114° 42’ BT.
            Batas wilayah dari Hatchery KWM menurut arah mata angin adalah sebagai berikut :
  a. Sebelah utara berbatasan dengan Wisata Pantai Gelung, Selat Madura.
  b. Sebelah barat berbatasan dengan BBAP Situbondo di wilayah Desa Gelung.
  c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Situbondo.
  d. Sebelah timur berbatasan dengan Pelabuhan Kalbut.
Letak Hatchery KWM berjarak antara 15 m dengan garis pantai dengan ketinggian 2 m dari permukaan laut saat pasang tertinggi. Beda pasang tertinggi dan surut terendah adalah 1 m sehingga mempermudah saat penyaluran air. Pada siang hari suhu berkisar 29-31 ºC, sedangkan pada malam hari suhu berkisar 28-29 ºC. Situbondo beriklim tropis karena memiliki 2 pergantian musim yaitu kemarau dan penghujan. Bentuk pantai adalah berpasir dan berkarang, sedang tanahnya lempung bercampur pasir. Untuk Gambar Peta Kabupaten Situbondo telah penyusun muat pada Lampiran 1.

2.2. Keadaan Perusahaan
Hatchery Kerapu Wilujeng Mulya (KWM) memiliki skala usaha pembibitan dan pendederan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) penyusun mengambil skala pembenihan untuk dipelajari manajemen dan operasionalnya secara nyata. Untuk mempelajari pengelolaan induk penyusun berpindah lokasi di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo dikarenakan di lokasi semestinya masih belum bisa memproduksi induk sendiri untuk pemijahan.
Hatchery KWM dibangun dengan luas 32 × 14 m² dengan bahan bangunan beton. Tata letak bak produksi di atur sebaik mungkin supaya memudahkan saat operasional kerja berlangsung mulai dari pemasukan air, treatment air, pembagian ke bak-bak produksi dan pengelolaannya sampai pembuangan, sehingga tidak terjadi kontaminasi baik antar biota yang di produksi maupun biota yang masuk dari luar / hama. Untuk lebih jelasnya lihat denah bangunan Hatchery KWM pada Lampiran 2.
2.2.1. Sejarah Perusahaan
Lokasi Hatchery KWM sebelumnya merupakan pekarangan milik warga yang kemudian dibeli oleh Ibu Komsatun yang kemudian di bangun sebuah Hatchery. Lokasi tersebut sangat cocok untuk kegiatan pembenihan karena dekat dengan sumber air laut dan air tawar, kondisi lokasi yang tidak terlalu ramai tetapi mudah dijangkau serta keamanan yang terjamin, juga terdapat banyak tenaga kerja budidaya kerapu yang sudah berpengalaman di daerah tersebut.
Hatchery KWM mulai dibangun pada tanggal 5 Mei 2012 dan mulai bisa produksi pada tanggal 28 Mei 2012. Sebagai tenaga kerja dan pengelola terdapat 1 teknisi dan 3 karyawan yang masing-masing memiliki tanggung jawab dan tugas masing-masing.
2.2.2. Stuktur Organisasi
Untuk mengatur seluruh operasional yang dilaksanakan di Hatchery KWM telah di buatkan struktur organisasi yang masing-masing pegawai memiliki tugas dan tanggung jawab tersendiri agar kegiatan berjalan dengan baik dan teratur. Untuk susunan organisasinyayusun buat pada Lampiran 3.
Berikut merupakan pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing personil hatchery KWM yang telah ditetapkan :
1. Pemilik / Pembimbing
·         Menanggung seluruh modal yang digunakan untuk keperluan operasional kerja.
·         Mengurus pembelian dan penjualan telur/ikan produksi.
·         Menanggung dan mengatur gaji dan bonus untuk teknisi dan karyawan.
·         Mengontrol keadaan hatchery setiap minggu.
·         Berkomunikasi lebih lanjut dengan teknisi dan karyawan.
2. Teknisi
·         Mengontrol pertumbuhan dan kesehatan ikan produksi.
·         Mengatur secara keseluruhan penanganan dan pemeliharaan ikan (pemberian pakan, asupan vitamin, pengobatan dan grading)
·         Mengatur dan membantu seluruh pelaksanaan kerja.
·         Membantu pemilik dalam hal pemasaran ikan.
·         Berkomunikasi lebih lanjut dengan personil lain.
3. Karyawan urusan Pengairan dan Tenaga Listrik
·         Menangani kesterilan dan kebersihan wadah serta media air yang ditampung.
·         Mengecek keadaan mesin pompa dan blower agar tetap bekerja dengan baik.
·         Selalu mengontrol kualitas air agar tetap steril dan layak pakai.
·         Mengurus pengisian dan pembuangan air pada bak.
·         Berkomunikasi lebih lanjut dengan personil lain.
4. Karyawan urusan Produksi
·         Mengelola biota produksi larva dan pakan alami dalam hal operasional dan pemeliharaan.
·         Mengontrol dan menangani kesehatan larva secara intensif.
·         Mengurus kebersihan dan kesterilan bak pemeliharaan serta sarana yang dipergunakan.
·         Berkomunikasi lebih lanjut dengan personil lain.
5. Karyawan urusan Bendahara, Keamanan dan Tenaga Kerja bantu.
·         Membantu seluruh kegiatan saat pelaksanaan kerja berlangsung.
·         Mengurus uang khas / simpanan dari pemilik untuk pembelian sarana yang dibutuhkan.
·         Mencatat seluruh pemasukan dan pengeluaran keuangan pada nota.
·         Bertanggung jawab atas keamanan hatchery.
·         Berkomunikasi lebih lanjut dengan personil lain.

2.2.3. Sarana dan Prasarana
A.  Di Lokasi Pemeliharaan Induk
Ø  Sarana Pokok
No
Sarana Pokok
Kegunaan
Ukuran / Bentuk
1
Induk Kerapu Tikus
Ikan yang sudah memenuhi syarat untuk di pijahkan.
Jantan (15 ekor)
Betina (35 ekor)
2
Bak







a. Bak Filter
sebagai proses filtrasi / penyaringan air laut
    Persegi
(p × l × t = 4,2 × 4,2 × 1,7 m )
b.Bak Reservoir
sebagai penampung air yang sudah difiltrasi kemudian di distribusikan ke dalam bak pemeliharaan.
     Persegi panjang
(p × l × t = 4 × 4 × 2 m )
c.Bak Karantina
sebagai wadah pemeliharaan calon induk dan pengobatan ikan yang terserang penyakit.
     Persegi panjang
( p × l × t = 5 × 2 × 1,5 m )
d.Bak
Pemijahan
sebagai wadah pemeliharaan dan pemijahan induk ikan.
     Bulat
( d = 10 m, t = 3 m)
e.Bak Panen
   Telur





sebagai wadah penampung telur  setelah proses pemijahan.
     Segitiga
( s × s × s = 4×4×4 m,
       t = 1 m )
No
Sarana Pokok
Kegunaan
Jumlah
3
Air



a. Air Laut
sebagai media hidup dalam pemeliharaan dan pemijahan.
selalu tersedia
b. Air Tawar
sebagai media pencuci bak dan peralatan budidaya supaya steril.
selalu tersedia
4
Pakan
sebagai konsumsi bagi calon induk atau induk, berupa ikan segar dan cumi.
tersedia pakan 4 kg / hari


Ø Sarana Pendukung

No
Sarana Pendukung
Kegunaan
Jumlah
1
Egg Collector
sebagai penampung telur setelah proses pemijahan.
2 buah
2
Pipa
sebagai penyalur (distribusi) air ke dalam bak/wadah yang disiapkan.
- Bak Karantina
( inlet = 2 in,
     outlet = 4 in )
- Bak Pemeliharaan
( inlet = 8 in,
outlet = 4 in )
3
Pompa
sebagai penyuplai kebutuhan air.
-Pompa air laut 1 buah
  ( daya 15 PK )
-Pompa air tawar 1 buah
  ( daya 450 watt )
4



Blower
sebagai penyuplai oksigen bagi ikan.
Rood Blower
( daya 15 PK )
No
Sarana Pendukung
Kegunaan
Jumlah
5
Freezer
sebagai alat pendingin dan penyimpan pakan segar (rucah).
2 buah
6
Scoop net
sebagai alat penangkap/ penyaring  ikan dan telur.
-Scoop net bermata jaring 5 cm untuk   
menangkap induk.
-Scoop net bermata jaring 500 mesh
untuk menyaring telur.
7
Sikat
sebagai alat pencuci bak.
15 buah
8
Alat penghitung
Telur
sebagai alat penyaring dan penghitung telur, dibuat dari setengah potongan bola pimpong.
1 buah
9
Selang PE ( Poly
Ethilyne)
sebagai alat penyipon kotoran dan telur yang mengendap.
2 buah
10
Timbangan gantung
sebagai alat timbang pakan atau ikan.
1 buah
11
Akuarium
sebagai wadah penampung dan penyeleksian telur.
2 buah
( s × s =48 × 42 cm,
 t =50 cm )

12
Baskom rang-rang
sebagai wadah pakan segar (rucah).
30 buah
13
Gelas
sebagai alat pengamatan telur.
1 buah
14
Gunting
sebagai pemotong pakan segar (rucah).

2 buah
No
Sarana Pendukung
Kegunaan
Jumlah
15
Multivitamin
untuk mempercepat pematangan gonad dan menguatkan daya tahan ikan terhadap penyakit.
tersedia cukup
16
Acriflavin
sebagai pencegah/pengendali serangan bakteri dan parasit dengan dosis tertentu.
tersedia cukup
17
Kaporit (Calcium Hyphochlorite)
sebagai desinfektan/pensteril wadah dan peralatan budidaya.
tersedia cukup
18
Plastik
sebagai wadah telur atau benih saat packing dan pengiriman.
tersedia cukup
19
Oksigen
sebagai pemasok oksigen dalam wadah untuk pengiriman.
tersedia cukup
20
Styrofoam
sebagai wadah untuk plastik selama pengiriman.
tersedia cukup
21
Es
Sebagai penstabil suhu agar tetap rendah selama pengiriman.
tersedia cukup

Ø  Prasarana
1. Listrik
            Untuk cadangan listrik telah disediakan Genset bertenaga 80 KVA.
2. Jalan
            Kondisi di sekitar lokasi tenang dan dekat dengan jalan raya, sehingga proses pemijahan tidak terganggu dan memudahkan dalam pemasaran telur.
3. Pasar
            Pemasaran di wilayah lokal seperti Situbondo, Banyuwangi, Bali, Lombok dan Batam, kemudian wilayah inter lokal seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand.
4. Rumah Genset dan Blower
            Digunakan sebagai pelindung genset dan blower dari dampak perubahan iklim. Bangunan ini terbuat dari beton yang memiliki luas 24 m² untuk genset dan 12 m² untuk blower. Untuk lebih jelasnya telah penyusun sediakan gambarnya di Lampiran 5.

B. Di Lokasi Pembibitan
Ø  Sarana Pokok
No
Sarana Pokok
Kegunaan
Jumlah / Ukuran
1
Larva Kerapu Tikus
Biota yang dipelihara.
Sesuai wadah / penebaran
2
Bak


















No

a. Bak Filter
sebagai wadah untuk proses filtrasi/penyaringan air.
    Persegi
-  Jumlah = 4 bak
(s × s = 1 × 1 m²,
 t = 1 m)
b. Bak Treatment
sebagai wadah untuk pengelolaan air supaya steril dan layak untuk pemeliharaan.
     Persegi panjang
-  Jumlah = 4 bak
(s × s = 4 × 2,5 m², t = 2 m)
c. Bak Tandon
sebagai wadah untuk pengendapan air setelah proses treatment.
     Persegi panjang
-  Jumlah = 1 bak
(s × s = 5 × 4 m², t = 2 m)
d. Bak Reservoir
digunakan untuk menampung air yang kemudian didistribusikan ke dalam bak pemeliharaan.



    Silinder
-  Jumlah = 1 bak
( V = 512 liter )
Sarana Pokok
Kegunaan
Jumlah/Ukuran
e. Bak Pemeliharaan Larva
sebagai wadah pemeliharaan larva dari penetasan hingga panen.
     Persegi panjang
-  Jumlah = 12 bak
(s × s = 4 × 3 m², t = 1 m)
f. Bak Kultur Chlorella (Nannochloropsis sp)



sebagai wadah pengulturan chlorella secara massal.
     Persegi panjang
Jumlah = 6 bak
(s × s = 4 × 2 m²,  t = 1 m)

g. Bak Kultur Rotifera
(Brachionus sp)

sebagai wadah pengulturan rotifera secara massal

    Persegi
-  Jumlah = 3 bak
 (s × s = 2 × 2 m²,
t = 1 m)
h. Bak Penyaluran Chlorella
digunakan sebagai wadah penampung chlorella yang telah siap panen dan  disalurkan pada bak pemeliharaan larva dan bak kultur rotifera.
   Persegi
-  Jumlah = 1 bak
( s × s = 2 × 2 m²,
t = 1 m)
3
Air












a. Air Laut
air laut merupakan media hidup bagi larva supaya dapat tumbuh dan berkembang.
tersedia cukup
b. Air Tawar
air tawar merupakan media pencuci dan penyeteril untuk bak dan peralatan yang di pakai supaya terbebas dari organisme air laut.
tersedia cukup
No
Sarana Pokok
Kegunaan
Jumlah
4
Pakan



a.   Pakan alami



-    Chlorella
(Nannochloropsis sp)
pakan utama bagi Brachionus sp dan dipakai untuk shelter (peneduh) pada larva kerapu tikus stadia D2 – D40.
tersedia cukup

-    Rotifera
(Brachionus sp)
pakan alami bagi larva kerapu tikus stadia D2 – D20.
tersedia cukup

-    Artemia salina
pakan alami bagi larva kerapu tikus stadia D13 – D50.
tersedia cukup

-    Rebon
(udang stadia PL)
pakan alami bagi larva kerapu tikus stadia D40 – D60.
tersedia cukup

b. Pakan buatan

-    Produk Rotemia
pakan buatan yang pertama kali diberikan pada larva pada stadia D8 – D16.
tersedia cukup

-    Produk Otohime
pakan buatan yang diberikan pada larva mulai stadia D14 sampai size 3,5 cm.
tersedia cukup






Ø Sarana Pendukung

No
Sarana Pendukung
Kegunaan
Jumlah / Ukuran
1
Pipa
a. penyalur air dari laut
2 in penyalur ke pompa dan 1 in penyalur ke bak filter.


b. penyalur ke bak
    treatment dan tandon
3,5 in penyalur ke bak treatment dan 2 in penyalur ke bak tandon.
No
Sarana Pendukung
Kegunaan
Jumlah/Ukuran


c. penyalur ke bak
    reservoir dan bak
    pemeliharaan
2 in pipa penyalur dan 1 in pipa pemasukan dalam bak.


d.   pengeluaran air dalam bak pemeliharaan larva
3 in pipa penutup di dalam dan 2 in pipa penutup diluar bak.


e.   pengeluaran air dalam bak pemeliharaan plankton
2 in pipa penyalur dan penutup (diluar).


f.     saluran blower / aerasi
¾ in (sambungan awal) – 1 in - 2 in – 4 in
(penampung) – 2 in – 1 in (penyalur)


g.   alat grading
Ukuran 1 in


h.   alat sifon
1 in (pegangan) – 1,5 in ( penyedot) – 1,5 in (pembuangan)


i.   pembuangan air
3 in (penyalur) ke selokan - 3 in (penyalur) ke laut.
2
Ember
a.    Kultur Artemia
2 buah


b.   Wadah panen dan pemberian plankton.
2 buah


c.   Wadah grading larva dan deder.
26 buah




d.  Wadah pemberian obat




1 buah
No
Sarana Pendukung
Kegunaan
Ukuran/Jumlah
3
Scoop net
digunakan sebagai alat
penangkap plankton dan larva.
-    Scoop net
bermata jaring
100 mesh (rotifera)
-    Scoop net
bermata jaring
300 mesh (artemia)
-    Scoop net
bermata jaring
500 mesh (larva)
4
Plankton net
kantung yang dipakai untuk menyaring rotifera.
Ukuran 100 mesh, terdapat 3 buah.
5
Tudung saji
sebagai alat penangkap dan penampungan larva hasil grading.
16 buah
6
Baskom
sebagai wadah larva pada saat grading.
4 buah
7
Mangkok kecil
sebagai alat pemindah larva pada saat grading.
6 buah
8
Penggaris
sebagai alat pengukuran larva (panjang).
1 buah
9
Skuring
sebagai alat penyekat / pembersih pada bak.
12 buah
10
Pompa air
sebagai penyulai kebutuhan air laut dan tawar.





-  3 pompa air laut (2850 rpm)
-  1 pompa air tawar (31 liter/menit)
-  2 pompa penyalur Chlorella (dapcelup)
No
Sarana Pendukung
Kegunaan
Jumlah
11
Blower
sebagai alat penyuplai oksigen.
2 buah merk Hiblow 200
Bertenaga AC 220

12
Selang dan batu aerasi
selang digunakan sebagai penyalur aerasi dari pipa dan batu sebagai penghalus
pengeluaran aerasi dan juga pemberat.
-  Bak
    pemeliharaan      
    larva (261 buah)
-    Bak kultur
Rotifera dan
penampungan
(8 buah)
-    Bak kultur
Chlorella
(18 buah)
-    Bak treatment
(16 buah)
-    Bak kultur Artemia salina dan wadah rebon (6 buah)
13
Filter bag
digunakan untuk menyaring air yang akan masuk ke dalam bak supaya steril dan bersih.








-   Bak pemeliharaan larva (10 buah)
-   Bak kultur Rotifera (2 buah)
-   Bak kultur Chlorella (4 buah)
-   Bak kultur Artemia (1 buah)
-   Bak treatment (4 buah)
-   Bak tandon (2 buah)
No
Sarana Pendukung
Kegunaan
Ukuran/Jumlah
14
Sikat
sebagai pembersih wadah dan peralatan.
2 buah
15
Tali
sebagai alat penali untul filter bag dan selang aerasi.
-   Bak pemeliharaan larva (60 buah) @ 5 meter
-   Bak treatment dan tandon ( 6 buah) @ 4 meter
16
Plastik
sebagai penutup permukaan bak agar mengurangi  intensitas cahaya dan fluktuasi suhu yang tinggi.
-   @ 10 × 4 m (3 buah)
-    @ 5 × 4 m (2 buah)
17
Thermometer
sebagai alat pengukur suhu air pada bak dan saat packing.
1 buah
18
Tong
sebagai wadah penampung air untuk packing/panen.
2 buah
19
Tabung Oksigen
sebagai wadah penampung oksigen untuk packing/panen.
1 buah
20
Pupuk
sebagai penyuplai zat hara bagi pertumbuhan chlorella.
tersedia cukup
21
Theosulfat
sebagai penetralisir  zat kimia pada air.
tersedia cukup
22
Klorin
desinfektan untuk mensterilkan bak dan peralatan.
tersedia cukup
23
MG
(Malachyt Green)
antibiotik untuk perendaman rebon sebelum diberikan pada larva.

tersedia cukup
No
Sarana Pendukung
Kegunaan
Jumlah/Ukuran
24
Detergen
sebagai pencuci peralatan dan bak.
tersedia cukup
25
Timbangan
penimbangan dosis obat dan pupuk.
2 buah
26
Selang plastik
sebagai penyalur air secara kontan.
2 buah
-    10 meter
-    25 meter
27
Styrofoam
sabagai penampung plastik packing selama pengiriman.
3 buah

Ø  Prasarana
 1. Genset
            Sebagai tenaga listrik cadangan telah disediakan Genset Honda bertenaga 220 V.
 2. Lingkungan
            Lokasi terletak di pedalaman dekat pantai, kondisi lingkungan sekitar tenang dan aman. Dengan begitu usaha tetap berjalan baik dan lancar.
 3. Pasar
            Untuk pembelian telur biasanya dari BBAP Situbondo dan Bali. Strategi penjualannya luas sampai di Batam, Jepara, Bali, dan Ambon.







2.3. Kegiatan Pembenihan
2.3.1. Persiapan Pemeliharaan Induk
       A. Persiapan Wadah
            Bak yang digunakan untuk pemeliharan induk terbuat dari beton dengan bentuk bulat. Sebelum bak pemeliharaan digunakan dilakukan pembersihan dan pengeringan dahulu. Prosesnya dimulai dari penurunan air bak hingga 50 cm dari dasar bak, kemudian tritip dan lumut dibersihkan menggunakan sikat, setelah itu air dibuang dan disiram dengan kaporit 60 % sebanyak 1-1.5 kg yang dilarutkan dalam 50 liter air. Setelah 24 jam bak disiram dengan air tawar dan dibilas bersih, penyiraman menggunakan selang spiral dan dikeringkan selama 2 hari agar organisme air di dalam bak mati. Saat pengisian air laut/penggunaan di isi sebanyak 30 % dari volume bak dan induk dimasukkan. Pergantian air minimal 300 % per hari dengan air yang mengalir terus (flowthrought) dengan memakai 6 titik aerasi di bagian dinding bak.

B. Penyediaan Induk
            Penyediaan induk diperoleh dari alam dengan tangkapan di perairan sekitar Bali dan Lombok, serta pemeliharaan di KJA hingga mencapai ukuran induk. Untuk menentukan perbedaan antara induk jantan dan betina biasanya ditentukan berdasarkan berat dan umur, apabila induk memiliki bobot 1,5-2,5 kg dan berumur < 5 tahun berarti berjenis kelamin betina, apabila induk berbobot > 2,5 kg dan berumur > 5 tahun berarti berjenis kelamin jantan (Sugama, 1998). Perubahan kelamin ini disebabkan karena ikan kerapu tikus bersifat hermaprodit protogini yaitu apabila umurnya lebih dari 5 tahun akan berubah jenis kelamin menjadi jantan, maka dari itu sebelum pemeliharaan harus diperhatikan dulu umur dan bobotnya.
            Ciri induk yang baik adalah warna sisik cerah, organ tubuh sempurna (tidak cacat), ikan bergerak aktif dan gesit, memenuhi umur dan standart bobotnya. Induk kerapu tikus yang ada di dalam bak pemeliharaan adalah 15 ekor jantan dan 35 ekor betina atau perbandingan antara jantan dan betina adalah 1 : 2.

C. Karantina Induk dan Calon Induk
            Bak Karantina berukuran sisi × sisi = 5 × 2 m, dengan tinggi 1,25 m. Bak Karantina dipergunakan untuk calon induk yang baru didatangkan dari luar untuk dipuasakan selama 2 hari supaya dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya, selain itu fungsinya untuk penanganan induk yang terkena penyakit/luka pada tubuhnya. Pengobatan yang dilakukan di bak karantina adalah perendaman dengan air tawar selama 30 menit kemudian dilakukan perendaman obat jenis acriflavin yang di larutkan dalam air laut dengan dosis 1,5 ppm selama 5 jam, fungsinya untuk membunuh bakteri dan jamur. Penanganan ini dilakukan selama beberapa hari hingga induk benar-benar sembuh.
            Jenis parasit yang sering menyerang adalah Argullus, sedang bakteri adalah Vibrio sp. Selama pelaksanaan praktek berlangsung induk kerapu tikus dalam jumlah yang cukup dan tidak ada yang di karantina.

2.3.2. Pemeliharaan induk
A. Pengelolaan Pakan
            Pakan yang biasa di pakai untuk pemeliharaan induk adalah ikan dan cumi. Ikan dan cumi tersebut di dapat dengan membeli dari nelayan sekitar. Agar pakan tetap segar dan kandungannya tidak rusak di simpan dalam freezer dengan suhu 15o – 20o C karena ikan dan cumi termasuk dalam pakan yang mudah bau dan rusak. Untuk penyimpanan pakan telah penyusun pasang pada Gambar 1 di Lampiran 5.
            Ikan segar yang biasa digunakan adalah ikan layang dan tongkol. Sebelum diberikan, ikan dipotong dahulu menjadi beberapa bagian, biasanya untuk induk kerapu tikus dipotong menjadi ukuran 3 cm untuk menyesuakan bukaan mulutnya. Bagian ikan yang di berikan hanyalah badan, untuk kepala dan ekor di berikan pada induk ikan yang lain, karena bagian badan mengandung protein yang tinggi. Sementara untuk mempercepat pematangan gonad, diberikan juga cumi segar yang mengandung protein > 50%. Sebelum di berikan bagian tulang dan tintanya di bersihkan dahulu dan tubuhnya di potong – potong sesuai bukaan mulut induk.
            Pakan diberikan 1 kali sehari pada pagi hari pukul 07.30 - 09.00, karena di pagi hari induk cukup tinggi nafsu makannya. Pakan diberikan secara adlibitum yaitu cukup di berikan hingga ikan merasa kenyang, apabila respon induk sudah berkurang penberian dihentikan agar tidak sisa dan mengendap di dasar bak (Akbar dan Sudaryanto, 2001). Pakan yang di berikan biasanya 3% dari berat tubuh.
B. Pematangan Gonad
            Ciri – ciri induk kerapu tikus yang akan memijah di tandai dengan pola renang vertikal pada betina dan induk jantan selalu berenang mengejar induk betina. Ciri induk yang telah matang gonad ialah nafsu makannya menurun. Tanda pada induk betina yang telah matang gonad adalah bagian perutnya membesar ke arah belakang dan pada alat kelaminnya terdapat sekat yang membesar tempatnya antara lubang anus dan lubang kelamin (lubang gen), apabila induk tidak matang gonad sekat ini tidak terlihat dengan jelas, sedangkan pada induk jantan di tandai dengan alat kelamin tampak memerah, warna sisik cerah dan gerakan renang agresif mengejar induk betina. Untuk mengetahui kematangan gonad secara langsung dapat di lakukan tehnik yang sama seperti pemijahan buatan, yaitu dengan mengecek sel telur pada alat kelamin betina dengan selang kanulasi, sedangkan pada induk jantan dilihat spermanya dengan cara dikeluarkan dengan striping menggunakan tangan.
Perkembangan gonad terjadi jika terdapat kelebihan energi pada tubuh induk diberi makan rucah dan cumi yang mengandung protein tinggi, protein merupakan sumber energi utama pada ikan kerapu tikus dibanding karbohidrat dan lemak. Selain pemberian pakan, kematangan gonad juga dengan pemberian multivitamin berbentuk kapsul dan pil. Multivitamin diberikan dengan diselipkan pada tubuh ikan rucah lewat anus sebelum diberikan pada induk.
Jenis multivitamin yang diberikan pada induk adalah :
  1. Vitamin E (Nature E tochoperol)
Vitamin E berfungsi untuk mempercepat proses pematangan gonat pada induk dan meningkatkan kualitas telur dari hasil pemijahan.

  1. Multivitamin (A,B,C.D dan E)
Multivitamin berfungsi untuk menambah nafsu makan pada induk dan menguatkan daya tubuh induk terhadap penyakit serta meningkatkan kualitas telur dari hasil pemijahan.

C. Pemijahan
Pemijahan dilakukan secara massal, dimana induk jantan dan betina dipelihara dalam satu bak. Jumlah induk yang dipijahkan adalah 15 jantan dan 35 betina atau dengan perbandingan induk jantan dan betina 1 : 2.
            Teknik pemijahan yang dilakukan menggunakan teknik pemijahan alami yaitu dengan memanipulasi lingkungan dengan perubahan suhu dan salinitas. Pada sore hari mampu merangsang induk agar cepat matang gonad dan memijah, sistim manipulasi lingkungan ini dilakukan dengan cara mengurangi air pada bak hingga 70% pada pukul 08.00 atau setelah pemberian pakan dan dinaikkan air bak pada pukul 16.00. Perlakuan manipulasi lingkungan ini sesuai dengan pernyataan Mustami et.al (2004) bahwa upaya memanipulasi ini sama dengan habitat aslinya di laut, dimana peningkatan salanitas merupakan tiruan induk berimigrasi dari air payau ke air laut dan penjemuran merupakan simulasi suhu seperti keadan pasang surut air laut. Untuk Gambar Bak Pemeliharaan Induk telah penyusun pasang pada Gambar  2 di Lampiran 5.
            Sebagai salah satu parameter lingkuan, suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap reproduksi, dimana saat terjadi kenaikan suhu diterima kulit (kotaneous) oleh organ termosensor yaitu kelenjar hipotalamous dan condospinalis yang dilanjut ke otak. Dan menghasilkan hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon) dan LHRH (Luteinizing Hormon Realising Hormon) untuk merangsang kelenjar pitfitari perhasil hormon HCG (Human Homonik Gonadropin) pemijahan terjadi pada bulan gelap, yang dimaksud adalah akhir bulan pada tanggal komariah, sekitar tanggal 19 - 30 Masehi, biasanya pemijahan terjadi pada pukul 21.00 - 03.00. Cepatnya siklus pemijahan ini dipengaruhi oleh pemberian pakan secara rutin dan cukup, manipulasi lingkungan yang terkontroldan rutin juga sangat mempengaruhi.Selama praktek di BBAP pemijahan terus terjadi pada  tanggal 12 - 24 Maret 2013. Untuk daftar panen penyusun pasangkan pada Lampiran 4.
Ciri-ciri induk yang akan memijah adalah induk jantan dan betina berenang beriringan mengelilingi bak dan saling menggesekan badan induk betina akan mengeluarkan telur dalam posisi berenang fertikal yaitu kepala di bawah dan ekor dikibas-kibaskan ke permukan air kemudian di hampiri induk jantan sambil mengeluarkan sperma dan terjadinya pembuahan telur.

2.3.3. Penanganan Telur
A. Pemanenan Telur
Pemanenan telur dilakuan dengan cara menampungnya pada egg collector / penampung telur yang berukuran 135 x 50 x 130 cm, egg collector terbuat dari rangkaian pipa paralon berdiameter 4 inci yang berbentuk balok dan di pasangkan kain monofilame dengan ukuran mata jaring 200 mikron, untuk lebih jelasnya lihat pada gambar 5 di Lampiran 5. Saat pemanenan telur, saluran outlet utama di tutup agar air keluar melalui saluran outlet atas di dekat permukaan bak yang  dihubungkan pada bak panen telur dengan pipa berdiameter 30 cm. Pemasangan egg collector dilakukan pada sore hari pada pukul 16.00, telur kerapu bersifat pelagis yaitu mengapung di air apabila telah di buahi. Telur akan terbawa arus air lewat pembuangan atas sehingga terkumpul pada egg collector. Untuk bak panen telur telah penyusun pasang pada Gambar 3 di Lampiran 5.
Setelah memijah induk kerapu terlihat berada di permukaan air untuk mengambil oksigen, karena lelah memijah saat malam hari dan banyak mengeluarkan energi.Pemberian pakan yang cukup pada pagi hari berguna untuk memulihkan energi yang telah habis yang digunakan untuk memijah semalam.
Pada pukul 07.00 telur yang telah terkumpul pada egg collector diambil dengan scopp net bermata jaring 200 mesh size dan dimasukan dalam ember yang telah diisi air laut sebanyak 5 liter untuk segera dipindahkan pada akuarium berkapasitas 100 liter yang diisi air laut 75 liter.


B. Seleksi telur
Telur yang telah tertampung di akuarium kemudian diseleksi caranya dengan mendiamkan air tanpa aerasi selama  5 menit. Telur yang bagus dan terbuahi akan mengapung di air dan berwarna bening (transparan) sedangkan telur yang tidak terbuai dan jelek berwarna putih dan mengendap didasar akuarium bersama kotoran. Telur dan kotoran yang mengendap kemudian disifon dengan selang PE (Poly Ethyline) berdiameter 0,25 in. Setelah selesai disifon, aerasi dimasukan kembali agar telur memperoleh oksigen yang cukup.

C. Packing dan Disribusi Telur
            Telur yang telah terbuahi dan layak produksi kemudian di distribusikan kepada hatchery yang sebelumnya telah memesan, untuk pemasarannya tidak hanya di wilayah lokal atau setempat saja, namun juga ada permintaan dari Bali, Lombok, Batam, dll .
            Packing telur dilakukan setelah selesei diseleksi. Telur kerapu tikus dijual dengan harga Rp 2,5/butirnya. Saat packing menggunakan kantong plastik khusus dan dirangkap untuk antisipasi apabila terjadi kebocoran. Plastik di isi air laut kira-kira setengah dari volume plastik kemudian telur disaring dengan scoop net dari akuarium dan ditampung didalam ember yang berisi air laut, kemudian telur dihitung menggunakan alat dari potongan setengah bola tennis dan langsung dituangkan ke dalam plastik packing, bila pengambilan setengah bola penuh dapat menampung ± 25.000 butir telur.
Standar telur dalam 1 kantong plastik di isi sebanyak 100.000 butir telur. Telur yang telah dimasukkan kemudian di isi oksigen dengan perbandingan antara air dan oksigen 1:1 kemudian plastik di ikat dengan karet. Telur yang sudah di packing kemudian dimasukan ke dalam styrofoam, untuk menjaga agar suhu tetap stabil antara 20-250 C maka diberi es batu yang dibungkus plastik dan koran dan diletakkan diantara kantong plastik telur. Tujuan diberinya suhu yang rendah agar metabolisme telur rendah dan tidak cepat menetas.



2.3.4. Pengelolaan Telur
A. Penyediaan Telur
Dalam memperoleh stok telur kerapu tikus, pemilik memesan pada  Hatchery skala besar yang memiliki stadia pemijahan seperti di BBAP Situbondo, Bali dan Ambon. Dalam pembelian telur sebelumnya sudah dipesan dahulu supaya disediakan telur yang dibutuhkan. Penebaran telur dilakukan pada tanggal akhir bulan, karena akhir bulan tersebut induk akan memijah atau disebut juga sebagai bulan gelap.
B. Persiapan Wadah
Sebelum bak digunakan untuk penebaran telur terlebih dahulu dikeringkan, lalu disiram dengan klorin sebanyak 250 ml yang dilarutkan dalam air tawar 5 liter dan disiramkan.Penyiraman harus rata pada dasar dan dinding bak supaya organisme yang ada di bak mati. Setelah penebaran klorin merata biarkan selama 24 jam dan siram menggunakan air tawar kemudian cuci dengan larutan detergen menggunakan skuring dan bilas dengan air tawar hingga bak bersih dan tidak berbau.
Bak yang bersih diisi dengan air laut sebanyak 8 ton serta ditutup menggunakan plastik terpal agar air dalam bak tetap bersih dari kotoran maupun organisme lain. Sebelum penebaran, parameter kualitas air harus dikontrol dulu supaya telur dapat menetas dengan sempurna sesuai penebaran, berikut merupakan parmeter kualitas air yang cocok untuk penetasan telur.
·           Suhu                     = 25 - 29°C
·           Salinitas                = 30 - 33 ppt
·           pH                         = 7,5 - 8
·           Amoniak              = <0,01 ppm
·           Nitrit                    = <0,01 ppm
C. Penetasan Telur
Telur yang telah dibeli kemudian siap ditebarkan pada bak yang telah disediakan.Sebelum ditebar aerasi dihidupkan dahulu yang berfungsi sebagai penyuplai oksigen yang dibutuhkan telur untuk penetasan dan juga agar telur bergerak dan tidak mengendap di dasar bak. Aerasi yang digunakan dipasng menggantung di permukaan bak dengan banyak 21 titik yang berjarak 80 cm dan 5 cm dari dasar bak.
Pada penebaran telur adalah 10 butir/liter air atau dalam 1 bak ditebari 100.000 butir telur. Pada masa perkembangan telur akan melalui tahap multi sel kemudian fase blastula, gastrula, heruola dan embrio. Telur kerapu tikus akan menetas 19 jam setelah pembuahan (Subyakto dan Cahyaningsih, 2005). Larva kerapu tikus yang baru menetas berukuran 0,8 - 1,1 mm berwarna putih transparan dan bersifat planktonik yang selalu bergerak mengikuti arus. Setelah penetasan dilakukan penghitungan telur yang telah menetas atau disebut dengan hatching rate/ daya tetas telur. Berikut adalah rumusnya:
%HR= rata-rata pengambilan larva * volume air bak * 100%
Keterangan :
-          % HR = Prosentase Hatching Rate / daya tetas telur
-          Penghitungan larva menggunakan satuan liter, di ambil air dalam 4 sisi bak kemudian dijumlah dan dirata-rata.
Agar larva tidak mati karena terapung, pada permukaan air diberi minyak cumi dengan dosis 0,1 m1/m2. Minyak cumi berfungsi sebagai pelicin gerak larva dan penghilang busa dari air. Diberikan pada larva kerapu tikus stadia D1 - D8 dengan pemberian 3 kali sehari.

2.3.5. Pemeliharaan Larva
A. Pengelolaan Air
Untuk memenuhi kebutuhan air laut, telah menggunakan mesin pompa air bertenaga 2850 rpm untuk menyedot dan mengalirkan air dari pantai menggunakan pipa berdiameter 3 inci dan panjangnya 20 m. Pengambilan air laut dilakukan pukul 10.00, setelah air di pompa kemudian di alirkan ke dalam bak filter yang digunakan untuk menyaring air laut dari kotoran yang dibawa. Bak filter menggunakan bahan filtrasi yaitu konstruksi dari bawah berupa waring;sekat;waring;pasir kuarsa;waring dan batu sungai. Setelah melewati filtrasi disalurkan ke bak treatment kemudian air disterilkan supaya organisme yang ada dalam air mati dan layak dipakai untuk pemeliharan maupun kegiatan operasional yang lain.
Sterilisasi air laut pada bak treatment menggunakan klorin sebagai penambahan air laut dengan dosis 10 ppm dan di biarkan selama 7 jam agar organisme pada air laut mati. Setelah 10 jam pemberian klorin diberikan deo sulfat yang berbentuk kristal dengan dosis 0,5 gr/ton yang berfungsi untuk menetralkan kandungan klorin pada air, selain itu pada bak treatment dipasang aerasi 4 titik/bak supaya air laut cepat menetral. Kemudian pada pukul 07.00 air laut siap disalurkan kedalam bak tandon menggunakan mesin pompa dan ditampung lagi di tandon plastik yang berkapasitas 1 dan air baru disalurkan pada bak-bak yang membutuhkan. Pemberian air juga memakai filter bag sebagi penyaring kotoran yang ikut saat pengisian.
Setiap pagi air di dalam bak larva selalu diganti dan disipon supaya mengurangi penumpukan kotoran di dasar bak. Untuk lebih jelasnya lihat pada Gambar 14. Berikut merupakan presentase masa pergantian air dalam bak:
a)      D8 - D10         = 5%
b)      D10 - D15       = 10%
c)      D15 - D20       = 15%
d)     D20 - D25       = 20%
e)      D25 - D30       = 25%
f)       Panjang 1,5 cm - 3,5 cm   = 50%
Sebelum dilakukan pergantian air, bak disipon dahulu. Saat penyiponan pertama hingga grading menggunakan obat pengurai berlabel Develop yang berfungsi membasmi bakteri dan mengendapkan kotoran di dalam bak. Develop diberikan pada sore hari setelah penyiponan, pemberianya dengan dilarutkan pada 5 liter air dengan dosis 2,5 gr/10ton air bak. Penyiponan dilakukan sehari 2 kali.
Untuk memperbaiki parameter kualitas air dalam bak diberikan plankton jenis Chlorella yang berfungsi sebagai shelter / peneduh bagi larva dan juga sebagai pakan alami untuk Rotifera.


B. Pengelolaan pakan
Pemberian pakan untuk larva sangat penting untuk di perhatikan karena harus di sesuaikan dengan bukaan mulut. Pemberian pakan yang kandungan nutrisinya rendah serta waktu pemberian yang kurang tepat dapat menyebabkan mal nutrisi yang  dapat menyebabkan pertumbuhan larva menjadi lambat dan daya tubuhnya terhadap penyakit menurun serta bentuk badan larva menjadi abnormal seperti scoliosis (tulang bengkok ke atas), lordosis (tulang bengkok ke samping), kepala besar dan katup insang berlubang serta bentuk mulut yang tidak normal. Secara alami larva ikan kerapu tikus yang baru menetas sudah di bekali dengan cadangan makanan berupa yolk egg (kuning telur), cadangan makanan ini akan habis dalam waktu sehari, sehingga perlu dilakukan pemberian pakan alami dan pakan buatan.
a. Pakan Alami
  • Chlorella ( Nannochloropsis sp )
Chlorella merupakan jenis fitoplankton yang bercirikan warna hijau tua apabila dalam jumlah yang padat. Chlorella di berikan pada larva kerapu tikus stadia D2-D40 (grading larva pertama), berfungsi sebagai shelter / peneduh bagi larva dari sinar UV yang dapat mengakibatkan stres. Chlorella juga merupakan pakan alami bagi Rotifera. Chlorella dapat di kultur secara massal dalam perairan secara berkala, berikut proses kulturnya:
a.       Cuci bak yang akan di pakai untuk kultur Chlorella dengan larutan detergen dan air tawar agar terbebas dari kotoran dan organisme lain yangdapat mengganggu selama proses pengulturan berlangsung. Bak yang dipakai terbuat dari beton dengan volume 10 ton.
b.      Setelah bak bersih dan kering isi dengan air laut bersalinitas 30-35 ppt yang disaring dengan filter bak sebanyak 8 ton.
c.       Setelah pengisian air cukup. Kemudian tambahkan pupuk kimia agar Chlorella dapat tumbuh dengan cepat dan subur. Pupuk kimia yang dipakai yaitu ZA (29 gr/ton), TSP (10 gr/ton) dan Urea (40 gr/ton). Untuk pupuk TSP dilarutkan dahulu dengan perendaman air selamah ± 24 jam sebelum dipakai dan diaduk-aduk karena susah untuk hancur.
d.      Setelah pemberian pupuk selesai, bak diisi dengan chlorella yang telah siap panen sebanyak 2 ton. Pasang aerasi 3 titik dalam bak sebagai penyuplai Oksigen.
e.       Chlorella dibiarkan berfotosintesis selama 6 hari agar tumbuh padat dan kandungan pupuk kimianya netral sehingga aman dipakai untuk larva.
Untuk pengulturan Chlorella sebaiknya dilakukan pada pagi hari pukul 09.00 supaya pada saat siang dapat langsung berfotosintesis. Pemberian pada larva dilakukan setelah pergantian air, kepadatanya juga harus diperhatikan supaya tidak terjadi blooming di dalam bak, berikut kepadatan yang ditentukan:
o  Stadia larva D2-D6 diberikan Chlorella dengan padat 500 ribu sel/ml dengan pemberian 1 kali sehari.
o  Stadia larva D7-D20 diberikan chlorella dengan padat 500 ribu-1 juta sel/ml dengan pemberian 1 kali sehari.
o  Stadia larva D20-D40 diberikan chlorella dengan padat 500 ribu sel/ml dengan pemberian 1 kali sehari.
Pemberian Chlorella pada bak pemeliharaan menggunakan sistem terminal, yaitu dengan penyaluran Chlorella ke dalam bak penampungan sementara, kemudian dari bak penampungan baru di salurkan ke dalam bak pemeliharaan larva yang membutuhkan. Dengan pemberian sistem terminal ini dapat mencegah terjadinya kontaminasi antar biota. Untuk bak kultur Chlorella telah penyusun pasang pada Gambar 8 di  Lampiran 5.
  • Rotifera (Brachionus sp)
Rotifera merupakan jenis zooplankton, apabila telah padat akan berwarna coklat muda. Rotifera merupakan jenis plankton parthenogenesis yaitu bertelur tanpa tahap perkawinan. Rotifera bersifat filter free non selecting atau menyerap apa saja tanpa diseleksi, artinya bersifat omnivora. Rotifera diberikan pada larva kerapu tikus pada setadia D2 - D40. Rotifera dapat dikultur secara massal dengan pakan utama Chlorella, berikut merupakan teknik kultur Rotifera secara massal :
a.    Cuci bak yang akan dipakai kultur dengan larutan detergen dan air tawar agar bak bersih dari kotoran dan organisme lain yang dapat mengganggu selama proses pengulturan berlangsung, volume bak kultur 4 ton.
b.   Setelah bak bersih dan kering isi dengan air laut bersalinitas 30-35 ppt yang disaring menggunakan filter bak sebanyak 2 ton.
c.    Kemudian masukan Chlorella yang telah siap panen kedalam bak sebanyak 2 ton.
d.   Isi bak dengan Rotifera yang telah dipanen sebanyak 30 liter menggunakan plankton net. Pasangkan aerasi sebanyak 2 titik sebagai penyuplai oksigen untuk pertumbuhan.
e.    Setelah berumur 3 hari Rotifera sudah dapat dipanen dengan kepadatan 5-7 ind/ml, pemanenan menggunakan plankton net ukuran 200 mesh size.
Pemberian pada larva dilakukan pada pukul 09.00 atau setelah pemberian pakan buatan apa bila telah dipakai, Untuk pemberian harus disesuaikan dengan kebutuhan larva supaya dapat tumbuh dengan baik, berikut merupakan uraian pemberiannya :
o  Stadia larva D2-D4 diberikan dengan padat 1-3 ind/ml   à I kali/hari
o  Stadia larva D5-D7 diberikan dengan padat 2-3 ind/ml   à I kali/hari
o  Stadia larva D8-D40 diberikan dengan padat 3-5 ind/ml à I kali/hari
  • Artemia salina
Artemia salina merupakan plankton berjenis hewan yang bercirikan warna tubuh coklat kemerahan apabila sudah masuk stadia naupli. Artemia diberikan pada larva kerapu tikus pada stadia D13 - D50, disini menggunakan produk Artemia dari INVE. Sebelum dikultur harus melalui tahap dekapsulasi (penipisan lapisan cangkang) dahulu, bahan yang diperlukan berupa klorin dan soda api, fungsinya supaya cangkang pada kista menipis dan memudahkan penetasan. Untuk kultur Artemia telah penyusun pasang pada Gambar 9 di Lampiran 5. Berikut merupakan teknik dekapsulasi kista Artemia :
a.    Sterilkan dahulu peralatan yang akan dipakai dengan air tawar. Peralatan yang digunakan adalah ember, pipa pengaduk, scoop net 200 mesh size.
b.   Isikan ember dengan air tawar sebanyak 5 liter. Tuang kista satu kaleng (425 gr) kedalam scoop net lalu rendam dengan air tawar yang ada dalam ember hingga 30 menit. Perendaman ini bertujuan mengembangkan kista supaya pendekapan mudah.
c.    Kemudian angkat kista dan siram menggunakan air tawar. Air pada ember tadi diganti dengan air baru sebanyak 5 liter.
d.   Tuangkan kista kedalam ember lalu tuangkan klorin dan soda api masing-masing 500 ml. aduk selama ± 15 menit menggunakan pipa. Apa bila kista sudah berwarna coklat muda tuang kedalam scoop net dan siram dengan air tawar hingga bersih. Air pada ember diganti yang baru
e.    Setelah kista bersih tuangkan dalam ember yang telah di isi air dan tuangkan lagi klorin dan soda api sebanyak 500 ml dan aduk lagi hingga kista berwarna merah bata proses penglorinan dan soda api diulang lagi.
f.    Setelah kista berwarnah merah kecoklatan secara merata tuangkan kedalam scoop net dan siram menggunakan air tawar hingga kandungan klorin dan soda api bersih.
g.      Gantungkan kista hingga tak berair dan tiriskan kedalam baskom.
h.      Kista siap dikultur dan sisanya dapat ditaruh dilemari es supaya tidak menetas, kista diwadahkan dalam plastik.
Setelah cangkang kista menipis dapat langsung ditetaskan. Berikut cara penetasan Artemia salina :
a.       Cuci ember yang akan digunakan wadah kultur dengan air tawar supaya bersih dari kotoran dan organisme lain yang dapat mengganggu selama proses pengulturan berlangsung. Ember yang digunakan bervolume 30 liter.
b.      Isikan ember dengan air laut bersalinitas 30-35 ppt sebanyak 25 liter lalu tuangkan kista yang telah siap didekap.
c.       Pasangkan aerasi satu titik sebagai penyuplai oksigen untuk penetasan dan pertumbuhan Artemia salina. Kira-kira dalam waktu 24 jam siap untuk dipanen dan diberikan pada larva.
                                                           
Pemberian Artemia salina untuk larva harus memperhatikan stadia dan umur larva. Ketika larva sudah memiliki spina yang panjang kira-kira berumur 17 hari sudah dapat diberikan Artemia, berikut uraiannya :
o  Stadia larva D17 – D20 diberikan dengan padat 3-5 ind/ml à 2 kali sehari
o  Stadia larva D21 – D30 diberikan dengan padat 4-6 ind/ml à 2 kali sehari
o  Stadia larva D31 – D50 diberikan dengan padat 5-7 ind/ml à 2 kali sehari
  • Udang kecil / Rebon
            Rebon merupakan udang sungai yang masih berukuran kecil. Rebon didapat dengan pembelian dari masyarakat sekitar. Setiap harinya membutuhkan ± 12 kantong rebon, diberikan pada larva stadia D40 - D60 dengan waktu pemberian 3 kali sehari. Rebon ditampung dalam styrofoam bervolume 50 liter dengan air bersalinitas 15-20 ppm, serta aerasi sebagai penyuplai oksigen.

b. Pakan Buatan
  • Pellet Produk Rotemia
Rotemia merupakan produk pakan buatan yang dikeluarkan oleh O.S.I. salah satu pabrik pellet ikan di Amerika. Rotemia berbentuk bubuk halus berwarna merah muda dan merupakan pakan buatan pertama yang diberikan untuk larva.Rotemia diberikan pada larva stadia D8 - D16. Untuk waktu pemberian pada D8 - D10 diberikan 2 kali sehari, stadia D11 - D13 diberikan 3 kali sehari dan D14 - D16 diberikan 14 kali sehari. Pemberian dibagi menjadi 4 titik dalam bak dengan memakai saringan teh supaya Rotemia tidak menggumpal. Untuk pellet produk Rotemia telah penyusun pasang pada Gambar 13 di Lampiran 5.
  • Pellet Produk Otohime
Produk pakan buatan berupa pellet dari otohime yang dipakai memiliki beberapa ukuran tersendiri secara runtun. Sehingga dapat diberikan pada larva kerapu tikus mulai stadia D14 dengan pemberian yang telah diatur. Berikut merupakan tipe pellet yang diberikan secara adlibitum :
a.    Pellet tipe A1 : diberikan pada larva karapu tikus stadia D14 - D24
b.   Pellet tipe A2 : diberikan pada larva karapu tikus stadia D21 - D30
c.    Pellet tipe B1 : diberikan pada larva karapu tikus stadia D28 - D36
d.   Pellet tipe B2 : diberikan pada larva karapu tikus stadia D36 – size 2,5 cm
e.    Pellet tipe C1 : diberikan pada larva karapu tikus size 2,5 – 2,7 cm
f.    Pellet tipe S1 : diberikan pada larva karapu tikus size 2,7 – 3 cm
g.   Pellet tipe S2 : diberikan pada larva karapu tikus size 3 – 3,5 cm
Pakan pellet ini diberikan secara adlibitum yang artinya disesuaikan dengan kemauan larva apabila larva kurang merespon berarti belum waktunya untuk pemberian. Diberikan secara merata dipermukaan bak, supaya rentan tenggelamnya lama dan bisa dimakan oleh larva. Apabila pakan sudah tenggelam didasar bak larva tidak akan mau memakannya dan akan memicu tumbuhannya bakteri dan jamur. Untuk gambar stok pakan telah penyusun pasang pada Gambar 20 di Lampiran 5.
C. Perkembangan Larva
Larva akan menetas kira-kira dalam waktu 19 jam setelah telur dibuahi. Panjang total larva kerapu tikus yang baru menetas adalah 1,2-1,3 mm (Kohnoet.al, 1990). Ketika larva berumur 1 hari (D1) saluran pencernaannya sudah mulai berbentuk, tetapi mulut, anus, dan matanya belum sempurna, pada umur 2 hari (D2) masih bersifat planktonik yakni bergerak mengikuti arus air dan sistem penglihatan masih belum sempurna.
Pada umur 3 hari (D3) sudah mulai terbentuk pigmen melanovor disekitar lambung dan mata sudah  mulai terbentuk. Pembentukan pigmen terus menyebar kebagian ekor hinggga hingga larva berumur 6 hari (D6).Ketika larva berumur 7 hari (D7) pigmentasi terbentuk lebih banyak, di awali pada pangkal ekor.Pada umur 9 hari (D9) calon sirip duri (spina) atau sering disebut sensor pada dada sudah mulai terbentuk dan pembentukan di sensor di punggung terbentuk pada umur 10 hari (D10).
Pembentukan bintil yang semakin menebal di bagian lambung menandakan pertumbuhan ikan yang baik, pada (D11) sirip punggung tampak semakin memanjang. Pertumbahan panjang spina (duri panjang calon sirip) yang bentuknya menyerupai layang – layang terus berlangsung hingga larva berumur 20 – 21 hari. Spina ini selanjutnya berubah menjadi sirip keras pada punggung dan dada. Perubahan spina ini mulai terlihat pada larva umur 25 hari. Pembentukan bintik – bintik hitam juga terjadi ketika larva berumur 25 hari (D25) dan semakin banyak hingga larva berumur 45 hari.
Ketika awal grading larva (D40) panjang total tubuhnya D8 – 1,5 cm. biasanya dijadikan 3 ukuran dan juga di bagi menjadi 3 bak. Perlakuan grading terus di lakukan apabila perbedaan ukuran larva terlihat drastis, biasanya grading di lakukan sekali dalam seminggu.
D. Pengendalian Hama dan Penyakit
            Penyakit yang menyerang larva harus selalu di waspadai. Cara utama untuk pencegahannya yakni pengontrolan kualitas air secara intensif, sirkulasi air yang rutin, pemberian pakan dengan campuran vitamin, perendaman dengan air tawar dan perlakuan yang halus supaya larva tidak stres, karena apabial larva stres resiko terserang penyakitnya lebih besar.
            Beberapa tanda yang menunjukkan bahwa larva sedang sakit adalah warna tubuh pucat dan nafsu makan menurun, perumbuhan lambat, berenag tidak normal, dan anatomi tubuh yang abnormal seperti mata putih dan pembengkakan pada organ tubuh. Apabila larva dalam keadaan sehat mamiliki ciri – ciri warna sisik cerah, berenang aktif dan normal, nafsu makan yang baik, organ tubuh sempurna dan tidak terdapat luka serta respon terhadap lignkungan dan sekitar.
Beberapa jenis yang menyerang larva kerapu tikus antara lain :
A.  Jamur
Jenis penyakit yang disebabkan oleh jamur yang menyerang larva kerapu tikus yakni saprolegniasis yang di sebabkan oleh jamur Saprolegnia sp, serangan jamur ini di tandai dengan perubahan kulit menjadi putih abu – abu dan organ tubuh membengkak.Upaya pengendaliannya dengan perendaman air tawar selama 15 menit, upaya ini dilakukan beberapa hari hingga jamur benar – benar lepas dari tubuh.
B.   Bakteri
Jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang meyerang larva kerapu tikus adalah vibriosis yang disebabkan oleh vibria bacteria.Serangan bakteri ini sering mematikan larva yang di tandai dengan ikan bergerak lemas dan adanya noda – noda merah pada sirip.Upaya pengendaliannya dengan melakukan perendaman air tawar selama 15 menit dan perendaman dengan hidrogen peroksida (H2O2) selama 10 menit dengan dosis 50 ppm.
C.  Virus
Jenis penyakit yang di sebabkan oleh virus adalah Viral Necrotic Nerveous (VNN) yang di sebabkan oleh virus nodavirus.Serangan virus ini sangat bahaya karena dapat mematikan larva secara massal. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat membasmi virus ini, salah satu cara untuk membasminya dengan memusnahkan larva yang terserang virus tersebut. Cara melemahkan serangan virus adalah dengan perndaman air tawar selama 15 menit dna perndaman hidrogen peroksida (H2O2) selama 10 menit dengna dosis 50 ml/ton. Cara ini di lakukan hingga beberapa hari sampai benar – benar sehat.

2.3.6. Pemanenan Larva
A. Penyeleksian Larva
Pemanenan dilakukan pada saat larva sudah mencapai 3 cm karena pada ukuran ini larva sudah cukup tahan. Sehari sebelum pemanenan dilakukan penggradingan terlebih dahulu untuk menentukan ukuran dan jumlah larva yang akan dipanen. Penggradingan larva diletakkan pada ember grading dengan mangkok kecil dan penggaris sebagai penentu ukuran larva. Untuk menyeleksi antara larva yang cacat dan tidak cacat memakai saringan kelapa. Setelah penggradingan selesai larva diletakkan pada bak dengan air 5 ton, apabila bak penuh dapat diletakkan dalam tudung saji berdiameter 30 cm dengan padat tebar 300 ekor. Pemasangan aerasi untuk penyuplai oksigen sebanyak 21 titik.
B. Pemuasaan
Setelah larva hasil grading ditaruh dalam bak sebaiknya dipuasakan selama satu hari untuk mengurangi kotoran (feces) yang ada dalam tubuh larva dan mencegah kemuntahan dalam plastik saat pengiriman. Selama pemuasaan, permukaan bak ditutup menggunakan terpal plastik untuk mencegah kekanibalan pada larva dan supaya kondisi tetap tenang agar larva tidak setres.
C. Panen
Setelah proses pemuasaan selesai, dapat segera dilakukan pemanenan pada larva. Pemanenan dilakukan dengan hati – hati supaya tidak berdampak stress pada larva, berikut perlakuan panen larva yang benar:

a)      Siapkan peralatan panen yang akan digunakan berupa: ember, aerasi, mangkok kecil, tudung saji, tong besar, ember, dan thermometer.
b)      Kurangi air bak hingga ketinggian 40 cm dari dasar bak.
c)      Tangkap larva dengan tudung saji lalu angkut menggukan ember ketempat penghitungan.
d)     Penghitungan dibagi dalam beberapa ember, untuk ukuran 3-3,5 cm dapat diisikan 250 ekor/plastik packing dengan tambahan palasi (bonus) 3 ekor.
e)      Siapkan kantong plastik untuk packing dengan ukuran 40 x 120 cm, kemudian tali sudut antara 2 plastik menggunakan karet gelang supaya larva tidak terjepit kemudian jadikan satu, tujuan plastik dirangkap 2 supaya dapat diantisipasi bila terjadi kebocoran selama pengiriman.
f)       Plastik diisi air laut sebanyak 5 liter dengan suhu air 25 °C, lalu larva dimasukkan dan diberi oksigen dalam plastik, kemudian tali menggunakan karet gelang. Perbandingan antara air dan oksigen di dalam kantong plastik adalah 1:2.
g)      Masukan kantong plastik kedalam styrofoam kemudian beri es supaya suhu dalam styrofoam tetap terjaga.
h)      Tutup rapat styrofoam dengan lakban.
i)        Larva siap dikirimkan.












2.3.7.  Analisa Usaha

A. Biaya Investasi
No


Jumlah
Satuan
Harga (Rp)
    Jumlah (Rp)
1
Lahan
448
m ²
 Rp         50,000.00
 Rp        22,400,000.00
2
Bak pemeliharaan
12
buah
 Rp    2,000,000.00
 Rp        24,000,000.00
3
Bak pengelola air
1
unit
 Rp  20,000,000.00
 Rp        20,000,000.00
4
Bak plankton
1
unit
 Rp  10,000,000.00
 Rp        10,000,000.00
5
Pompa
10
buah
 Rp    1,000,000.00
 Rp        10,000,000.00
6
Hiblow
2
buah
 Rp    2,000,000.00
 Rp          4,000,000.00
7
Instalasi aerasi
1
unit
 Rp    1,000,000.00
 Rp          1,000,000.00
8
Instalasi listrik
1
unit
 Rp       500,000.00
 Rp             500,000.00
9
Genset 220 KVA
1
buah
 Rp    5,000,000.00
 Rp          5,000,000.00
10
Pipa
1
unit
 Rp    1,000,000.00
 Rp          1,000,000.00
11
Tenaga Kerja
5
orang
 Rp       900,000.00
 Rp          4,500,000.00
         Jumlah biaya investasi                                                                               Rp      102,400,000.00






B.     Biaya Produksi
No
Item
Jumlah
Satuan
Harga
Total
1
Telur
1,800,000
Butir
 Rp                 3.00
 Rp         5,400,000.00
2
Pupuk
24
Sak
 Rp        80,000.00
 Rp         1,920,000.00
3
Artemia
36
Kaleng
 Rp      495,000.00
 Rp       17,820,000.00
4
Rebon
360
Plastic
 Rp          5,000.00
 Rp         1,800,000.00
5
Formalin
24
Jerigen
 Rp        95,000.00
 Rp         2,280,000.00
6
Obat
4
Bag
 Rp      250,000.00
 Rp         1,000,000.00
7
Pakan EP1
72
Kg
 Rp        64,000.00
 Rp         4,608,000.00
8
Pakan EP2
90
Kg
 Rp        52,000.00
 Rp         4,680,000.00
9
Gaji Karyawan
12
Bulan
 Rp   2,200,000.00
 Rp       26,400,000.00
10
Listrik
12
Bulan
 Rp   1,000,000.00
 Rp       12,000,000.00

 Jumlah Biaya Produksi



 Rp       77,908,000.00
C.    Biaya lain-lain

No
Item
Jumlah
Satuan
Total
1
Perawatan alat
5%
1 paket
Rp5,120,000.00
2
Penyusutan
10%
-
Rp10,240,000.00




Rp15,360,000.00

D.    Biaya Penjualan
No

Jumlah Panen (ekor)
Harga per/cm
Total Siklus
(ekor)
Total Penjualan
Ukuran
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
1
Ikan 3 cm
17,600
18,200
21,000
 Rp  1,000.00
            56,800
 Rp   170,400,000.00
2
Ikan 5 cm
15,200
21,000
18,200
 Rp  1,000.00
            54,400
 Rp   272,000,000.00

Total Penjualan dalam 3 siklus
 Rp   442,400,000.00





Ø  Jumlah Pengeluaran

Jumlah biaya investasi                                                 Rp 102,400,000.00
Jumlah biasa produksi                                                             Rp   77,908,000.00
Jumlah biaya lain-lain                                                              Rp   15,360,000.00   +
Rp 195,668,000.00

Ø  Jumlah Keuntungan
Jumlah Penjualan                                                                    Rp 442,400,000.00
Jumlah Pengeluaran                                                                Rp 195,668,000.00    -
                                                                                                Rp 246,732,000.00

Ø  B/C Rasio
Jumlah Keuntungan                                                          Rp 246,732,000.00
Jumlah Pengeluaran                                                          Rp 195,668,000.00 ÷
                                                                                          1,4
Jadi usaha tersebut layak untuk dilakukan karena memiliki B/C Rasio lebih dari 1 ( > 1 ).




BAB III
MASALAH DAN PEMBAHASAN

3.1. Masalah
a.         Daya tetas telur / hatching rate yang rendah
b.        Waktu panen larva yang kurang tepat
c.         Perlakuan grading larva yang kurang tepat

3.2. Pembahasan
a.  Dalam penetasan telur perlu diperhatikan kualitas telur yang akan ditebar supaya daya tetas telur / hatching rate tinggi dan kualitas larva yang  baru menetas bagus. Telur yang kualitasnya bagus memiliki ciri-ciri :
·         Bersifat pelagis atau mengapung di air. 
·         Telur berwarna bening/transparan.
·         Telur berdiameter 850 - 950 mikron.
·         Bebas dari pathogen.
b.  Dalam pemanenan larva, penentuan waktu dan ketentuannya harus diperhatikan untuk menghindari stress pada saat packing dan pengiriman. Waktu yang tepat saat panen adalah pagi atau sore hari, dimana suhu dalam keadaan sedang
(25 – 28 ºC) sehingga larva tidak mudah stress dengan perlakuan yang hati-hati.
Larva yang siap dipanen berukuran sekitar >3 cm sehingga sudah tahan dalam packing dan pengiriman.
c.   Dalam penggradingan larva sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan teliti, karena kondisi larva masih belum sempurna (mudah stress) dan ukurannya yang kecil dengan perbedaan yang tipis. Berikut merupakan cara grading larva yang benar :
·         Siapkan bak yang akan dipakai untuk larva hasil grading serta peralatan grading yaitu tudung saji, saringan, mangkok kecil dan ember.
·         Bak larva yang akan di grading disifon, kemudian air dikurangi sampai ketinggian 40 cm di atas dasar bak.
·         Larva di tangkap dengan hati-hati menggunakan saringan dan dipindahkan ke dalam tudung saji memakai ember, dilakukan secara berkala.
·         Larva dalam tudung saji kemudian di grading, biasanya dijadikan 3 ukuran.
·         Larva yang sudah dijadikan dalam satu wadah (satu ukuran) dimasukan dalam ember dan dipindahkan dalam bak yang telah tersedia.
























BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
a. Proses pematangan gonad pada induk dapat dipercepat melalui pemberian asupan makanan yang mengandung protein yang tinggi seperti rucah dan cumi serta pemberian multivitamin secara teratur.
b. Manipulasi lingkungan adalah penyesuaian kehidupan induk dalam bak pemeliharaan dengan habitat aslinya di alam. Proses ini juga dapat mendukung percepatannya proses pematangan gonad.
c. Dalam bak berisi air 8 ton dapat ditebari telur sebanyak  100.000 butir, sebelum di tebar sebaiknya air bak di beri antibiotik dahulu supaya terbebas dari bakteri dan jamur.
d. Pemakaian air tawar dalam pembenihan yaitu untuk sterilisasi sarana dan prasarana, pencucian bak pemeliharaan serta mematikan bakteri dan parasit air laut yang menempel pada tubuh ikan.
4.2. Saran
a. Larva yang cacat sebaiknya jangan di tebar ke laut, hal ini dapat mempengaruhi  jenis asli ikan kerapu yang ada di alam, terutama kerapu hasil hybrid cantang (kerapu macan >< kerapu kertang).
b. Teknisi sebaiknya memberikan kepercayaan kepada keryawannya dalam hal operasional kerja supaya tetap terjalin hubungan yang baik selama kerja.
c. Saat penebaran telur sebaiknya di pakai telur yang kualitasnya baik dengan melihat secara langsung telur yang akan dibeli, agar tingkat tetasnya tinggi dan memaksimalkan hasil panen.


DAFTAR PUSTAKA
           
Akbar dan Sudaryanto (2001). Pemberian pakan secara adlibitum pada 
ikan kerapu.
Mustami et.al (2004). Manipulasi lingkungan pada pemeliharaan
induk ikan kerapu tikus.
          Subyakto dan Cahyaningsih (2005). Lama penetasan telur ikan kerapu tikus.
Sugama (1998).Perbedaan kelamin jantan dan betina pada ikan kerapu tikus.