BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan
Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu
komoditas ikan ekonomis penting untuk budidaya laut di wilayah Indonesia karena
memiliki pasaran yang besar di wilayah
Asia Tenggara. Pada mulanya terdapat
10 jenis kerapu yang dapat di budidayakan di perairan Indonesia dengan
menggunakan benih atau gelondongan dari tangkapan alam di wilayah perairan
sekitar.
Pada
tahun 1999, penelitian dan pengembangan untuk multi spesies hatchery yang
dilakukan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Gondol – Bali bersama JICA (Japan International Cooperation Agency) pertama kali sukses
memproduksi massal benih ikan kerapu
tikus. Pengembangan teknologi ini telah didesiminasikan kepada hatchery milik
pemerintah maupun swasta di wilayah Indonesia, sehingga produksi benih ikan
kerapu tikus meningkat lebih dari 1 juta benih di tahun 2001.
Sebagai
hasil suplai benih secara kontinyu, beberapa penduduk mulai membudidayakan ikan kerapu tikus di keramba
dengan menggunakan benih dari hatchery di berbagai wilayah di Indonesia.
Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) Semester IV SUPM Negeri Tegal ini
penyusun memilih laporan dengan judul “Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes
altivelis)” untuk dipelajari
teknik budidayanya. Menurut penyusun skala kebutuhan pasar ikan kerapu tikus akan
meningkat ke depannya, karena mengingat jenis ikan ini merupakan ikan ekonomis
penting di pasaran dan banyak diminati oleh masyarakat.
1.2. Maksud dan Tujuan
ü Maksud diadakannya Praktek Kerja Lapang adalah untuk
mengetahui secara langsung serta mendapatkan gambaran secara jelas dan
menyeluruh tentang pembenihan ikan kerapu tikus.
ü Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mendapatkan
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kerja secara langsung, melalui praktek
pembenihan ikan kerapu tikus.
1.3. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan
PKL berlangsung mulai tanggal 29 Januari sampai 27 Mei 2013 yang berlokasi di
Desa Gelung, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Untuk kegiatan praktek dan pengambilan data
tentang induk penyusun berpindah lokasi sementara dikarenakan di lokasi yang
semestinya masih belum bisa memproduksi induk untuk pemijahan sendiri.Lokasi
praktek dan pembelajaran induk berlokasi di BBAP Situbondo yang beralamatkan di Desa Klatakan,
Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, pelaksanaannya pada tanggal
12 - 24 Maret 2013.
1.4. Metode Pengambilan Data
Penyusun menggunakan
beberapa metode selama pelaksanaan praktek berlangsung sebagai bahan untuk mengisi dan melengkapi
laporan praktek ini. Metode yang digunakan
penyusun antara lain :
1. Metode Observasi (
Pengamatan )
Penyusun mengamati
secara langsung berbagai kegiatan yang dilaksanakan di lokasi praktek secara
cermat sehingga dapat dijadikan bahan untuk penyusunan laporan ini.
2. Metode Interview
Penyusun menanyakan
secara langsung metode yang belum dipahami
saat kegiatan praktek berlangsung dan di uraikan dalam laporan.
3. Study Pustaka
Penyusun mencari data-data dari buku baik
yang dikeluarkan dari dinas perikanan maupun swasta dan mengunjungi situs
terkait di internet, serta mencari buku referensi-referensi yang
ada di perpustakaan sekolah.
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1. Letak Geografis dan Iklim
Hatchery
KWM (Kerapu Wilujeng Mulya) berlokasi di Desa Gelung, Kecamatan Panarukan,
Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Antara Desa Gelung dan Kota Situbondo berjarak
± 17 km. Secara Geografis Desa Gelung terletak pada
posisi 7° 35’ -
7° 44’ LS dan 113° 30’ - 114° 42’ BT.
Batas
wilayah dari Hatchery KWM menurut arah mata angin adalah sebagai berikut :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Wisata
Pantai Gelung, Selat Madura.
b. Sebelah barat berbatasan dengan BBAP
Situbondo di wilayah Desa Gelung.
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota
Situbondo.
d. Sebelah
timur berbatasan dengan Pelabuhan Kalbut.
Letak Hatchery KWM berjarak antara 15 m dengan
garis pantai dengan ketinggian 2 m dari permukaan laut saat pasang tertinggi. Beda pasang tertinggi dan surut terendah adalah
1 m sehingga mempermudah saat penyaluran air. Pada siang hari suhu berkisar 29-31 ºC, sedangkan pada malam hari suhu
berkisar 28-29 ºC. Situbondo beriklim tropis karena memiliki 2 pergantian musim
yaitu kemarau dan penghujan. Bentuk pantai adalah
berpasir dan berkarang,
sedang tanahnya lempung bercampur pasir. Untuk Gambar Peta Kabupaten Situbondo telah
penyusun muat pada Lampiran 1.
2.2. Keadaan Perusahaan
Hatchery Kerapu Wilujeng Mulya (KWM) memiliki skala usaha pembibitan dan pendederan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) penyusun mengambil
skala pembenihan untuk dipelajari manajemen dan operasionalnya secara nyata. Untuk mempelajari pengelolaan induk penyusun berpindah lokasi di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo dikarenakan
di lokasi semestinya masih belum bisa memproduksi induk sendiri untuk
pemijahan.
Hatchery KWM dibangun dengan luas 32 × 14 m² dengan bahan bangunan beton. Tata letak bak produksi di atur sebaik
mungkin supaya memudahkan saat operasional kerja berlangsung mulai dari
pemasukan air, treatment air, pembagian ke bak-bak produksi dan pengelolaannya
sampai pembuangan, sehingga tidak terjadi kontaminasi baik antar biota yang di
produksi maupun biota yang masuk dari luar / hama. Untuk lebih jelasnya lihat
denah bangunan Hatchery KWM pada Lampiran 2.
2.2.1. Sejarah Perusahaan
Lokasi Hatchery KWM sebelumnya merupakan
pekarangan milik warga yang kemudian dibeli oleh Ibu Komsatun yang kemudian di bangun sebuah Hatchery. Lokasi tersebut sangat cocok untuk
kegiatan pembenihan karena dekat dengan sumber air laut dan air tawar, kondisi
lokasi yang tidak terlalu ramai tetapi mudah dijangkau serta keamanan yang
terjamin, juga terdapat banyak tenaga kerja budidaya kerapu yang sudah
berpengalaman di daerah tersebut.
Hatchery KWM mulai dibangun pada tanggal 5 Mei
2012 dan mulai bisa produksi pada tanggal 28 Mei 2012. Sebagai tenaga kerja dan pengelola terdapat 1
teknisi dan 3 karyawan yang masing-masing memiliki tanggung jawab dan tugas
masing-masing.
2.2.2. Stuktur Organisasi
Untuk mengatur seluruh operasional yang
dilaksanakan di Hatchery KWM telah di
buatkan struktur organisasi yang masing-masing pegawai memiliki
tugas dan tanggung jawab tersendiri agar kegiatan berjalan dengan baik dan
teratur. Untuk susunan organisasinyayusun buat pada Lampiran 3.
Berikut merupakan pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing personil hatchery KWM yang telah ditetapkan :
1. Pemilik / Pembimbing
·
Menanggung seluruh modal yang digunakan untuk
keperluan operasional kerja.
·
Mengurus pembelian dan penjualan telur/ikan produksi.
·
Menanggung dan mengatur gaji dan bonus untuk teknisi
dan karyawan.
·
Mengontrol keadaan hatchery setiap minggu.
·
Berkomunikasi lebih lanjut dengan teknisi dan
karyawan.
2. Teknisi
·
Mengontrol pertumbuhan dan kesehatan ikan produksi.
·
Mengatur secara keseluruhan penanganan dan
pemeliharaan ikan (pemberian pakan, asupan vitamin, pengobatan dan grading)
·
Mengatur dan membantu seluruh pelaksanaan kerja.
·
Membantu pemilik dalam hal pemasaran ikan.
·
Berkomunikasi lebih lanjut dengan personil lain.
3. Karyawan urusan Pengairan dan Tenaga Listrik
·
Menangani kesterilan dan kebersihan wadah serta media
air yang ditampung.
·
Mengecek keadaan mesin pompa dan blower agar tetap
bekerja dengan baik.
·
Selalu mengontrol kualitas air agar tetap steril dan
layak pakai.
·
Mengurus pengisian dan pembuangan air pada bak.
·
Berkomunikasi lebih lanjut dengan personil lain.
4. Karyawan urusan Produksi
·
Mengelola biota produksi larva dan pakan alami dalam
hal operasional dan pemeliharaan.
·
Mengontrol dan menangani kesehatan larva secara
intensif.
·
Mengurus kebersihan dan kesterilan bak pemeliharaan
serta sarana yang dipergunakan.
·
Berkomunikasi lebih lanjut dengan personil lain.
5. Karyawan urusan Bendahara, Keamanan dan
Tenaga Kerja bantu.
·
Membantu seluruh kegiatan saat pelaksanaan kerja
berlangsung.
·
Mengurus uang khas / simpanan dari pemilik untuk
pembelian sarana yang dibutuhkan.
·
Mencatat seluruh pemasukan dan pengeluaran keuangan
pada nota.
·
Bertanggung jawab atas keamanan hatchery.
·
Berkomunikasi lebih lanjut dengan personil lain.
2.2.3. Sarana dan Prasarana
A. Di Lokasi Pemeliharaan
Induk
Ø Sarana Pokok
No
|
Sarana Pokok
|
Kegunaan
|
Ukuran / Bentuk
|
1
|
Induk Kerapu Tikus
|
Ikan yang sudah memenuhi syarat untuk di pijahkan.
|
Jantan (15 ekor)
Betina (35 ekor)
|
2
|
Bak
|
||
a. Bak Filter
|
sebagai proses filtrasi / penyaringan air laut
|
![]()
(p × l × t = 4,2 × 4,2 × 1,7 m )
|
|
b.Bak Reservoir
|
sebagai penampung air yang sudah difiltrasi kemudian
di distribusikan ke dalam bak pemeliharaan.
|
![]()
(p × l × t = 4 × 4 × 2 m )
|
|
c.Bak Karantina
|
sebagai wadah pemeliharaan calon induk dan pengobatan
ikan yang terserang penyakit.
|
![]()
( p × l × t = 5 × 2 × 1,5 m )
|
|
d.Bak
Pemijahan
|
sebagai wadah pemeliharaan
dan pemijahan induk ikan.
|
![]()
( d = 10 m, t = 3 m)
|
|
e.Bak Panen
Telur
|
sebagai wadah penampung telur setelah proses pemijahan.
|
![]()
( s × s × s = 4×4×4
m,
t = 1 m )
|
|
No
|
Sarana Pokok
|
Kegunaan
|
Jumlah
|
3
|
Air
|
||
a. Air Laut
|
sebagai media hidup dalam pemeliharaan dan
pemijahan.
|
selalu tersedia
|
|
b. Air Tawar
|
sebagai media pencuci bak dan peralatan budidaya
supaya steril.
|
selalu tersedia
|
|
4
|
Pakan
|
sebagai konsumsi bagi calon induk atau induk, berupa
ikan segar dan cumi.
|
tersedia pakan 4 kg
/ hari
|
Ø Sarana Pendukung
No
|
Sarana Pendukung
|
Kegunaan
|
Jumlah
|
1
|
Egg Collector
|
sebagai penampung
telur setelah proses pemijahan.
|
2 buah
|
2
|
Pipa
|
sebagai penyalur
(distribusi) air ke dalam bak/wadah yang disiapkan.
|
- Bak Karantina
( inlet = 2 in,
outlet = 4 in )
- Bak Pemeliharaan
( inlet = 8 in,
outlet = 4 in )
|
3
|
Pompa
|
sebagai penyuplai
kebutuhan air.
|
-Pompa air laut 1
buah
( daya 15 PK )
-Pompa air tawar 1
buah
( daya 450 watt )
|
4
|
Blower
|
sebagai penyuplai
oksigen bagi ikan.
|
Rood Blower
( daya 15 PK )
|
No
|
Sarana Pendukung
|
Kegunaan
|
Jumlah
|
5
|
Freezer
|
sebagai alat
pendingin dan penyimpan pakan segar (rucah).
|
2 buah
|
6
|
Scoop net
|
sebagai alat
penangkap/ penyaring ikan dan telur.
|
-Scoop net bermata
jaring 5 cm untuk
menangkap induk.
-Scoop net bermata
jaring 500 mesh
untuk menyaring
telur.
|
7
|
Sikat
|
sebagai alat pencuci
bak.
|
15 buah
|
8
|
Alat penghitung
Telur
|
sebagai alat
penyaring dan penghitung telur, dibuat dari setengah potongan bola pimpong.
|
1 buah
|
9
|
Selang PE ( Poly
Ethilyne)
|
sebagai alat
penyipon kotoran dan telur yang mengendap.
|
2 buah
|
10
|
Timbangan gantung
|
sebagai alat timbang pakan atau ikan.
|
1 buah
|
11
|
Akuarium
|
sebagai wadah penampung dan penyeleksian telur.
|
2 buah
( s × s =48 × 42 cm,
t =50 cm )
|
12
|
Baskom rang-rang
|
sebagai wadah pakan segar (rucah).
|
30 buah
|
13
|
Gelas
|
sebagai alat
pengamatan telur.
|
1 buah
|
14
|
Gunting
|
sebagai pemotong
pakan segar (rucah).
|
2 buah
|
No
|
Sarana Pendukung
|
Kegunaan
|
Jumlah
|
15
|
Multivitamin
|
untuk mempercepat
pematangan gonad dan menguatkan daya tahan ikan terhadap penyakit.
|
tersedia cukup
|
16
|
Acriflavin
|
sebagai
pencegah/pengendali serangan bakteri dan parasit dengan dosis tertentu.
|
tersedia cukup
|
17
|
Kaporit (Calcium
Hyphochlorite)
|
sebagai desinfektan/pensteril wadah dan peralatan
budidaya.
|
tersedia cukup
|
18
|
Plastik
|
sebagai wadah telur atau benih saat packing dan
pengiriman.
|
tersedia cukup
|
19
|
Oksigen
|
sebagai pemasok oksigen dalam wadah untuk
pengiriman.
|
tersedia cukup
|
20
|
Styrofoam
|
sebagai wadah untuk plastik selama pengiriman.
|
tersedia cukup
|
21
|
Es
|
Sebagai penstabil
suhu agar tetap rendah selama pengiriman.
|
tersedia cukup
|
Ø Prasarana
1. Listrik
Untuk
cadangan listrik telah disediakan Genset bertenaga 80 KVA.
2. Jalan
Kondisi
di sekitar lokasi tenang dan dekat dengan jalan raya, sehingga proses pemijahan
tidak terganggu dan memudahkan dalam pemasaran telur.
3. Pasar
Pemasaran
di wilayah lokal seperti Situbondo, Banyuwangi, Bali, Lombok dan Batam,
kemudian wilayah inter lokal seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand.
4. Rumah Genset dan Blower
Digunakan
sebagai pelindung genset dan blower dari dampak perubahan iklim. Bangunan ini terbuat dari beton yang memiliki
luas 24 m² untuk genset dan 12 m² untuk blower. Untuk lebih jelasnya telah penyusun sediakan gambarnya di
Lampiran 5.
B. Di Lokasi Pembibitan
Ø Sarana Pokok
No
|
Sarana Pokok
|
Kegunaan
|
Jumlah / Ukuran
|
|
1
|
Larva Kerapu Tikus
|
Biota yang
dipelihara.
|
Sesuai wadah / penebaran
|
|
2
|
Bak
|
|||
No
|
a. Bak Filter
|
sebagai wadah untuk proses
filtrasi/penyaringan air.
|
![]()
- Jumlah
= 4 bak
(s × s = 1 × 1 m²,
t = 1
m)
|
|
b. Bak Treatment
|
sebagai wadah untuk pengelolaan
air supaya steril dan layak untuk pemeliharaan.
|
![]()
-
Jumlah = 4 bak
(s × s = 4 × 2,5 m², t = 2 m)
|
||
c. Bak Tandon
|
sebagai wadah
untuk pengendapan air setelah proses treatment.
|
![]()
-
Jumlah = 1 bak
(s × s = 5 × 4 m², t = 2 m)
|
||
d. Bak Reservoir
|
digunakan untuk
menampung air yang kemudian didistribusikan ke dalam bak pemeliharaan.
|
![]()
-
Jumlah = 1 bak
( V = 512 liter )
|
||
Sarana Pokok
|
Kegunaan
|
Jumlah/Ukuran
|
||
e. Bak Pemeliharaan Larva
|
sebagai wadah
pemeliharaan larva dari penetasan hingga panen.
|
![]()
-
Jumlah = 12 bak
(s × s = 4 × 3 m², t = 1 m)
|
||
f. Bak Kultur Chlorella (Nannochloropsis sp)
|
sebagai wadah pengulturan chlorella secara
massal.
|
![]()
Jumlah = 6 bak
(s × s = 4 × 2 m², t = 1 m)
|
||
g. Bak Kultur Rotifera
(Brachionus
sp)
|
sebagai wadah pengulturan rotifera secara massal
|
![]()
-
Jumlah = 3 bak
(s × s = 2 × 2 m²,
t = 1 m)
|
||
h. Bak Penyaluran Chlorella
|
digunakan sebagai wadah penampung chlorella
yang telah siap panen dan disalurkan
pada bak pemeliharaan larva dan bak kultur rotifera.
|
![]()
-
Jumlah = 1 bak
( s × s = 2 × 2 m²,
t = 1 m)
|
||
3
|
Air
|
|||
a. Air Laut
|
air laut merupakan media hidup bagi larva supaya
dapat tumbuh dan berkembang.
|
tersedia cukup
|
||
b. Air Tawar
|
air tawar merupakan media pencuci dan penyeteril
untuk bak dan peralatan yang di pakai supaya terbebas dari organisme air
laut.
|
tersedia cukup
|
||
No
|
Sarana Pokok
|
Kegunaan
|
Jumlah
|
|
4
|
Pakan
|
|||
a.
Pakan alami
|
||||
- Chlorella
(Nannochloropsis sp)
|
pakan utama bagi Brachionus sp dan dipakai untuk
shelter (peneduh) pada larva kerapu tikus stadia D2 – D40.
|
tersedia cukup
|
||
- Rotifera
(Brachionus sp)
|
pakan alami bagi larva kerapu tikus stadia D2 – D20.
|
tersedia cukup
|
||
- Artemia salina
|
pakan alami bagi larva kerapu tikus stadia D13 – D50.
|
tersedia cukup
|
||
- Rebon
(udang stadia PL)
|
pakan alami bagi larva kerapu tikus stadia D40 – D60.
|
tersedia cukup
|
||
b. Pakan buatan
|
||||
- Produk Rotemia
|
pakan buatan yang
pertama kali diberikan pada larva pada stadia D8 – D16.
|
tersedia cukup
|
||
- Produk Otohime
|
pakan buatan yang diberikan pada larva mulai stadia
D14 sampai size 3,5 cm.
|
tersedia cukup
|
||
Ø Sarana Pendukung
No
|
Sarana Pendukung
|
Kegunaan
|
Jumlah / Ukuran
|
1
|
Pipa
|
a. penyalur air dari
laut
|
2 in penyalur ke
pompa dan 1 in penyalur ke bak filter.
|
b. penyalur ke bak
treatment
dan tandon
|
3,5 in penyalur ke
bak treatment dan 2 in penyalur ke bak tandon.
|
||
No
|
Sarana Pendukung
|
Kegunaan
|
Jumlah/Ukuran
|
c. penyalur ke bak
reservoir dan bak
pemeliharaan
|
2 in pipa penyalur
dan 1 in pipa pemasukan dalam bak.
|
||
d.
pengeluaran air dalam bak pemeliharaan larva
|
3 in pipa penutup di
dalam dan 2 in pipa penutup diluar bak.
|
||
e. pengeluaran air
dalam bak pemeliharaan plankton
|
2 in pipa penyalur
dan penutup (diluar).
|
||
f. saluran blower / aerasi
|
¾ in (sambungan
awal) – 1 in - 2 in – 4 in
(penampung) – 2 in –
1 in (penyalur)
|
||
g. alat grading
|
Ukuran 1 in
|
||
h. alat sifon
|
1 in (pegangan) –
1,5 in ( penyedot) – 1,5 in (pembuangan)
|
||
i. pembuangan
air
|
3 in (penyalur) ke
selokan - 3 in (penyalur) ke laut.
|
||
2
|
Ember
|
a. Kultur Artemia
|
2 buah
|
b. Wadah panen dan
pemberian plankton.
|
2 buah
|
||
c. Wadah grading larva
dan deder.
|
26 buah
|
||
d. Wadah pemberian obat
|
1 buah
|
||
No
|
Sarana Pendukung
|
Kegunaan
|
Ukuran/Jumlah
|
3
|
Scoop net
|
digunakan sebagai
alat
penangkap plankton
dan larva.
|
- Scoop net
bermata jaring
100 mesh (rotifera)
-
Scoop net
bermata jaring
300 mesh (artemia)
-
Scoop net
bermata jaring
500 mesh (larva)
|
4
|
Plankton net
|
kantung yang dipakai
untuk menyaring rotifera.
|
Ukuran 100 mesh,
terdapat 3 buah.
|
5
|
Tudung saji
|
sebagai alat penangkap dan penampungan larva hasil
grading.
|
16 buah
|
6
|
Baskom
|
sebagai wadah larva pada
saat grading.
|
4 buah
|
7
|
Mangkok kecil
|
sebagai alat
pemindah larva pada saat grading.
|
6 buah
|
8
|
Penggaris
|
sebagai alat
pengukuran larva (panjang).
|
1 buah
|
9
|
Skuring
|
sebagai alat
penyekat / pembersih pada bak.
|
12 buah
|
10
|
Pompa air
|
sebagai penyulai
kebutuhan air laut dan tawar.
|
- 3 pompa air laut (2850 rpm)
- 1 pompa air tawar (31 liter/menit)
- 2 pompa penyalur Chlorella (dapcelup)
|
No
|
Sarana Pendukung
|
Kegunaan
|
Jumlah
|
11
|
Blower
|
sebagai alat
penyuplai oksigen.
|
2 buah merk Hiblow
200
Bertenaga AC 220
|
12
|
Selang dan batu
aerasi
|
selang digunakan
sebagai penyalur aerasi dari pipa dan batu sebagai penghalus
pengeluaran aerasi
dan juga pemberat.
|
- Bak
pemeliharaan
larva (261 buah)
-
Bak kultur
Rotifera dan
penampungan
(8 buah)
-
Bak kultur
Chlorella
(18 buah)
-
Bak treatment
(16 buah)
- Bak kultur Artemia
salina dan wadah rebon (6 buah)
|
13
|
Filter bag
|
digunakan untuk
menyaring air yang akan masuk ke dalam bak supaya steril dan bersih.
|
- Bak pemeliharaan larva (10 buah)
- Bak kultur Rotifera (2 buah)
- Bak kultur Chlorella (4 buah)
- Bak kultur Artemia (1 buah)
- Bak treatment (4 buah)
- Bak tandon (2 buah)
|
No
|
Sarana Pendukung
|
Kegunaan
|
Ukuran/Jumlah
|
14
|
Sikat
|
sebagai pembersih
wadah dan peralatan.
|
2 buah
|
15
|
Tali
|
sebagai alat penali
untul filter bag dan selang aerasi.
|
- Bak pemeliharaan larva (60 buah) @ 5 meter
- Bak treatment dan tandon ( 6 buah) @ 4
meter
|
16
|
Plastik
|
sebagai penutup
permukaan bak agar mengurangi intensitas
cahaya dan fluktuasi suhu yang tinggi.
|
- @ 10 × 4 m (3 buah)
- @ 5 × 4 m (2 buah)
|
17
|
Thermometer
|
sebagai alat
pengukur suhu air pada bak dan saat packing.
|
1 buah
|
18
|
Tong
|
sebagai wadah
penampung air untuk packing/panen.
|
2 buah
|
19
|
Tabung Oksigen
|
sebagai wadah
penampung oksigen untuk packing/panen.
|
1 buah
|
20
|
Pupuk
|
sebagai penyuplai
zat hara bagi pertumbuhan chlorella.
|
tersedia cukup
|
21
|
Theosulfat
|
sebagai penetralisir
zat kimia pada air.
|
tersedia cukup
|
22
|
Klorin
|
desinfektan untuk mensterilkan
bak dan peralatan.
|
tersedia cukup
|
23
|
MG
(Malachyt Green)
|
antibiotik untuk perendaman rebon sebelum diberikan
pada larva.
|
tersedia cukup
|
No
|
Sarana Pendukung
|
Kegunaan
|
Jumlah/Ukuran
|
24
|
Detergen
|
sebagai pencuci peralatan
dan bak.
|
tersedia cukup
|
25
|
Timbangan
|
penimbangan dosis
obat dan pupuk.
|
2 buah
|
26
|
Selang plastik
|
sebagai penyalur air
secara kontan.
|
2 buah
-
10 meter
-
25 meter
|
27
|
Styrofoam
|
sabagai penampung
plastik packing selama pengiriman.
|
3 buah
|
Ø Prasarana
1. Genset
Sebagai
tenaga listrik cadangan telah disediakan Genset Honda bertenaga 220 V.
2. Lingkungan
Lokasi terletak di pedalaman dekat pantai,
kondisi lingkungan sekitar tenang dan aman. Dengan begitu usaha tetap berjalan
baik dan lancar.
3. Pasar
Untuk pembelian telur biasanya dari BBAP
Situbondo dan Bali. Strategi penjualannya
luas sampai di Batam, Jepara, Bali, dan Ambon.
2.3. Kegiatan Pembenihan
2.3.1. Persiapan Pemeliharaan Induk
A. Persiapan Wadah
Bak
yang digunakan untuk pemeliharan induk terbuat dari beton dengan bentuk bulat.
Sebelum bak pemeliharaan digunakan dilakukan pembersihan dan pengeringan dahulu. Prosesnya dimulai dari penurunan air
bak hingga 50 cm dari dasar bak, kemudian tritip dan lumut dibersihkan menggunakan
sikat, setelah itu air dibuang
dan disiram dengan kaporit 60 % sebanyak 1-1.5 kg yang dilarutkan dalam 50
liter air. Setelah 24 jam bak
disiram dengan air tawar dan dibilas bersih, penyiraman menggunakan selang
spiral dan dikeringkan selama 2 hari agar organisme air di dalam bak mati. Saat pengisian air laut/penggunaan di isi
sebanyak 30 % dari volume bak dan induk dimasukkan. Pergantian air minimal 300
% per hari dengan air yang mengalir terus (flowthrought)
dengan memakai 6 titik aerasi di bagian dinding bak.
B. Penyediaan Induk
Penyediaan
induk diperoleh dari alam dengan tangkapan di perairan sekitar Bali dan Lombok,
serta pemeliharaan di KJA hingga mencapai ukuran induk. Untuk menentukan
perbedaan antara induk jantan
dan betina biasanya ditentukan berdasarkan berat dan umur, apabila induk
memiliki bobot 1,5-2,5 kg dan berumur < 5 tahun berarti berjenis kelamin
betina, apabila induk berbobot > 2,5 kg dan berumur > 5 tahun berarti
berjenis kelamin jantan (Sugama, 1998). Perubahan kelamin ini disebabkan karena
ikan kerapu tikus bersifat hermaprodit protogini yaitu apabila umurnya lebih
dari 5 tahun akan berubah jenis kelamin menjadi jantan, maka dari itu sebelum
pemeliharaan harus diperhatikan dulu umur dan bobotnya.
Ciri
induk yang baik adalah warna sisik cerah, organ tubuh sempurna (tidak cacat),
ikan bergerak aktif dan gesit, memenuhi umur dan standart bobotnya. Induk
kerapu tikus yang ada di dalam bak pemeliharaan adalah 15 ekor jantan dan 35
ekor betina atau perbandingan antara jantan dan betina adalah 1 : 2.
C. Karantina Induk dan
Calon Induk
Bak
Karantina berukuran sisi × sisi = 5 × 2 m, dengan tinggi 1,25 m. Bak Karantina
dipergunakan untuk calon induk yang baru didatangkan dari luar untuk dipuasakan
selama 2 hari supaya dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya, selain itu
fungsinya untuk penanganan induk yang terkena penyakit/luka pada tubuhnya.
Pengobatan yang dilakukan di bak karantina adalah perendaman dengan air tawar
selama 30 menit kemudian dilakukan perendaman obat jenis acriflavin yang di larutkan dalam air laut
dengan dosis 1,5 ppm selama 5 jam, fungsinya untuk membunuh bakteri dan jamur.
Penanganan ini dilakukan selama beberapa hari hingga induk benar-benar sembuh.
Jenis
parasit yang sering menyerang adalah Argullus, sedang bakteri adalah Vibrio sp. Selama pelaksanaan praktek
berlangsung induk kerapu tikus dalam jumlah yang cukup dan tidak ada yang di
karantina.
2.3.2. Pemeliharaan induk
A. Pengelolaan Pakan
Pakan
yang biasa di pakai untuk pemeliharaan induk adalah ikan dan cumi. Ikan dan cumi tersebut di dapat dengan membeli
dari nelayan sekitar. Agar pakan tetap segar dan kandungannya tidak rusak di
simpan dalam freezer dengan suhu 15o – 20o C karena ikan
dan cumi termasuk dalam pakan yang mudah bau dan rusak. Untuk penyimpanan pakan telah penyusun pasang
pada Gambar 1 di Lampiran 5.
Ikan
segar yang biasa digunakan adalah ikan layang dan tongkol. Sebelum diberikan,
ikan dipotong dahulu menjadi beberapa bagian, biasanya untuk induk kerapu tikus
dipotong menjadi ukuran 3 cm untuk menyesuakan bukaan mulutnya. Bagian ikan yang di berikan hanyalah badan,
untuk kepala dan ekor di berikan pada induk ikan yang lain, karena bagian badan
mengandung protein yang tinggi. Sementara untuk mempercepat pematangan gonad,
diberikan juga cumi segar yang mengandung protein > 50%. Sebelum di berikan
bagian tulang dan tintanya di bersihkan dahulu dan tubuhnya di potong – potong
sesuai bukaan mulut induk.
Pakan
diberikan 1 kali sehari pada pagi hari pukul 07.30 - 09.00, karena di pagi hari
induk cukup tinggi nafsu makannya. Pakan diberikan secara adlibitum yaitu cukup di berikan
hingga ikan merasa kenyang, apabila respon induk sudah berkurang penberian
dihentikan agar tidak sisa dan mengendap di dasar bak (Akbar dan Sudaryanto,
2001). Pakan yang di berikan biasanya 3% dari berat
tubuh.
B. Pematangan Gonad
Ciri
– ciri induk kerapu tikus yang akan memijah di tandai dengan pola renang
vertikal pada betina dan induk jantan selalu berenang mengejar induk betina.
Ciri induk yang telah matang gonad ialah nafsu makannya menurun. Tanda pada
induk betina yang telah matang gonad adalah bagian perutnya membesar ke arah
belakang dan pada alat kelaminnya terdapat sekat yang membesar tempatnya antara
lubang anus dan lubang kelamin (lubang gen), apabila induk tidak matang gonad
sekat ini tidak terlihat dengan jelas, sedangkan pada induk jantan di tandai
dengan alat kelamin tampak memerah, warna sisik cerah dan gerakan renang
agresif mengejar induk betina. Untuk mengetahui kematangan gonad secara
langsung dapat di lakukan tehnik yang sama seperti pemijahan buatan, yaitu
dengan mengecek sel telur pada alat kelamin betina dengan selang kanulasi,
sedangkan pada induk jantan dilihat spermanya dengan cara dikeluarkan dengan
striping menggunakan tangan.
Perkembangan gonad terjadi jika terdapat
kelebihan energi pada tubuh induk diberi makan rucah dan cumi yang mengandung
protein tinggi, protein merupakan sumber energi utama pada ikan kerapu tikus
dibanding karbohidrat dan lemak. Selain pemberian pakan, kematangan gonad juga dengan pemberian
multivitamin berbentuk kapsul dan pil. Multivitamin diberikan dengan diselipkan pada tubuh ikan rucah lewat
anus sebelum diberikan pada induk.
Jenis multivitamin yang diberikan pada induk adalah :
Vitamin E berfungsi
untuk mempercepat proses pematangan gonat pada induk dan meningkatkan kualitas
telur dari hasil pemijahan.
- Multivitamin (A,B,C.D dan E)
Multivitamin berfungsi
untuk menambah nafsu makan pada induk dan menguatkan daya tubuh induk terhadap
penyakit serta meningkatkan kualitas telur dari hasil pemijahan.
C. Pemijahan
Pemijahan dilakukan
secara massal, dimana induk jantan dan betina dipelihara dalam satu bak. Jumlah
induk yang dipijahkan adalah 15 jantan dan 35 betina atau dengan perbandingan
induk jantan dan betina 1 : 2.
Teknik
pemijahan yang dilakukan menggunakan teknik pemijahan alami yaitu dengan
memanipulasi lingkungan dengan perubahan suhu dan salinitas. Pada sore hari
mampu merangsang induk agar cepat matang gonad dan memijah, sistim manipulasi
lingkungan ini dilakukan dengan cara mengurangi air pada bak hingga 70% pada
pukul 08.00 atau setelah pemberian pakan dan dinaikkan air bak pada pukul 16.00.
Perlakuan manipulasi lingkungan ini sesuai dengan pernyataan Mustami et.al
(2004) bahwa upaya memanipulasi ini sama dengan habitat aslinya di laut, dimana
peningkatan salanitas merupakan tiruan induk berimigrasi dari air payau ke air
laut dan penjemuran merupakan simulasi suhu seperti keadan pasang surut air
laut. Untuk Gambar Bak
Pemeliharaan Induk telah penyusun pasang pada Gambar 2 di Lampiran 5.
Sebagai salah satu
parameter lingkuan, suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap reproduksi,
dimana saat terjadi kenaikan suhu diterima kulit (kotaneous) oleh organ termosensor yaitu kelenjar hipotalamous dan
condospinalis yang dilanjut ke otak. Dan menghasilkan hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon) dan LHRH
(Luteinizing Hormon Realising Hormon) untuk merangsang
kelenjar pitfitari perhasil hormon HCG (Human
Homonik Gonadropin) pemijahan terjadi pada bulan gelap, yang dimaksud
adalah akhir bulan pada tanggal komariah, sekitar tanggal 19 - 30 Masehi,
biasanya pemijahan terjadi pada pukul 21.00 - 03.00. Cepatnya siklus pemijahan
ini dipengaruhi oleh pemberian pakan secara rutin dan cukup, manipulasi
lingkungan yang terkontroldan rutin juga sangat mempengaruhi.Selama praktek di
BBAP pemijahan terus terjadi pada tanggal 12 - 24 Maret 2013. Untuk daftar panen penyusun
pasangkan pada Lampiran 4.
Ciri-ciri induk yang
akan memijah adalah induk jantan dan betina berenang beriringan mengelilingi
bak dan saling menggesekan badan induk betina akan mengeluarkan telur dalam
posisi berenang fertikal yaitu kepala di bawah dan ekor dikibas-kibaskan ke
permukan air kemudian di hampiri induk jantan sambil mengeluarkan sperma dan
terjadinya pembuahan telur.
2.3.3. Penanganan Telur
A. Pemanenan Telur
Pemanenan telur
dilakuan dengan cara menampungnya pada egg collector / penampung telur
yang berukuran 135 x 50 x 130 cm, egg collector terbuat dari rangkaian
pipa paralon berdiameter 4 inci yang berbentuk balok dan di pasangkan kain
monofilame dengan ukuran mata jaring 200 mikron, untuk lebih jelasnya lihat
pada gambar 5 di Lampiran 5. Saat pemanenan telur, saluran outlet utama
di tutup agar air keluar melalui saluran outlet atas di dekat permukaan bak
yang dihubungkan pada bak panen telur
dengan pipa berdiameter 30 cm. Pemasangan egg collector dilakukan pada
sore hari pada pukul 16.00, telur kerapu bersifat pelagis yaitu mengapung di
air apabila telah di buahi. Telur akan terbawa arus air lewat pembuangan atas
sehingga terkumpul pada egg collector. Untuk bak panen telur telah penyusun pasang
pada Gambar 3 di Lampiran 5.
Setelah memijah induk
kerapu terlihat berada di permukaan air untuk mengambil oksigen, karena lelah memijah saat malam
hari dan banyak mengeluarkan energi.Pemberian pakan yang cukup pada pagi hari
berguna untuk memulihkan energi yang telah habis yang digunakan untuk memijah
semalam.
Pada pukul 07.00 telur
yang telah terkumpul pada egg collector diambil dengan scopp net
bermata jaring 200 mesh size dan dimasukan dalam ember yang telah diisi air
laut sebanyak 5 liter untuk segera dipindahkan pada akuarium berkapasitas 100
liter yang diisi air laut 75 liter.
B. Seleksi telur
Telur yang telah
tertampung di akuarium kemudian diseleksi caranya dengan mendiamkan air tanpa
aerasi selama 5 menit. Telur yang bagus
dan terbuahi akan mengapung di air dan berwarna bening (transparan) sedangkan
telur yang tidak terbuai dan jelek berwarna putih dan mengendap didasar
akuarium bersama kotoran. Telur dan kotoran yang mengendap kemudian disifon
dengan selang PE (Poly Ethyline)
berdiameter 0,25 in. Setelah selesai disifon, aerasi dimasukan kembali agar
telur memperoleh oksigen yang cukup.
C. Packing dan Disribusi Telur
Telur
yang telah terbuahi dan layak produksi kemudian di distribusikan kepada
hatchery yang sebelumnya telah memesan, untuk pemasarannya tidak hanya di
wilayah lokal atau setempat saja, namun juga ada permintaan dari Bali, Lombok,
Batam, dll .
Packing
telur dilakukan setelah selesei diseleksi. Telur kerapu tikus dijual dengan
harga Rp 2,5/butirnya. Saat packing menggunakan kantong plastik khusus dan
dirangkap untuk antisipasi apabila terjadi kebocoran. Plastik di isi air laut
kira-kira setengah dari volume plastik kemudian telur disaring dengan scoop net dari akuarium dan ditampung
didalam ember yang berisi air laut, kemudian telur dihitung menggunakan alat
dari potongan setengah bola tennis dan langsung dituangkan ke dalam plastik
packing, bila pengambilan setengah bola penuh dapat menampung ± 25.000 butir
telur.
Standar telur dalam 1
kantong plastik di isi sebanyak 100.000 butir telur. Telur yang telah
dimasukkan kemudian di isi oksigen dengan perbandingan antara air dan oksigen
1:1 kemudian plastik di ikat dengan karet. Telur yang sudah di packing kemudian
dimasukan ke dalam styrofoam, untuk menjaga agar suhu tetap stabil antara 20-250
C maka diberi es batu yang dibungkus plastik dan koran dan diletakkan
diantara kantong plastik telur. Tujuan diberinya suhu yang rendah agar
metabolisme telur rendah dan tidak cepat menetas.
2.3.4. Pengelolaan Telur
A. Penyediaan Telur
Dalam memperoleh stok
telur kerapu tikus, pemilik memesan pada
Hatchery skala besar yang memiliki stadia pemijahan seperti di BBAP
Situbondo, Bali dan Ambon. Dalam pembelian telur sebelumnya sudah dipesan
dahulu supaya disediakan telur yang dibutuhkan. Penebaran telur dilakukan pada
tanggal akhir bulan, karena akhir bulan tersebut induk akan memijah atau
disebut juga sebagai bulan gelap.
B. Persiapan Wadah
Sebelum bak digunakan
untuk penebaran telur terlebih dahulu dikeringkan, lalu disiram dengan klorin sebanyak
250 ml yang dilarutkan dalam air tawar 5 liter dan disiramkan.Penyiraman harus
rata pada dasar dan dinding bak supaya organisme yang ada di bak mati. Setelah
penebaran klorin merata biarkan selama
24 jam dan siram menggunakan air tawar kemudian cuci dengan larutan detergen
menggunakan skuring dan bilas dengan air tawar hingga bak bersih
dan tidak berbau.
Bak yang bersih diisi
dengan air laut sebanyak 8 ton serta ditutup menggunakan plastik terpal agar
air dalam bak tetap bersih dari kotoran maupun organisme lain. Sebelum
penebaran, parameter kualitas air harus dikontrol dulu supaya telur dapat
menetas dengan sempurna sesuai penebaran, berikut merupakan parmeter kualitas
air yang cocok untuk penetasan telur.
·
Suhu =
25 - 29°C
·
Salinitas =
30 - 33 ppt
·
pH = 7,5 - 8
·
Amoniak =
<0,01 ppm
·
Nitrit =
<0,01 ppm
C. Penetasan Telur
Telur yang telah
dibeli kemudian siap ditebarkan pada bak yang telah disediakan.Sebelum ditebar
aerasi dihidupkan dahulu yang berfungsi sebagai penyuplai oksigen yang
dibutuhkan telur untuk penetasan dan juga agar telur bergerak dan tidak
mengendap di dasar bak. Aerasi yang digunakan dipasng menggantung di permukaan
bak dengan banyak 21 titik yang berjarak 80 cm dan 5 cm dari dasar bak.
Pada penebaran telur
adalah 10 butir/liter air atau dalam 1 bak ditebari 100.000 butir telur. Pada
masa perkembangan telur akan melalui tahap multi sel kemudian fase blastula,
gastrula, heruola dan embrio. Telur kerapu tikus akan menetas 19 jam setelah
pembuahan (Subyakto dan Cahyaningsih, 2005). Larva kerapu tikus yang baru
menetas berukuran 0,8 - 1,1 mm berwarna putih transparan dan bersifat
planktonik yang selalu bergerak mengikuti arus. Setelah penetasan dilakukan penghitungan
telur yang telah menetas atau disebut dengan hatching rate/ daya tetas
telur. Berikut adalah rumusnya:
%HR= rata-rata pengambilan larva * volume air bak * 100%
%HR= rata-rata pengambilan larva * volume air bak * 100%
Keterangan :
-
Penghitungan larva menggunakan satuan liter, di ambil
air dalam 4 sisi bak kemudian dijumlah dan dirata-rata.
Agar larva tidak mati
karena terapung, pada permukaan air diberi minyak cumi dengan dosis 0,1 m1/m2.
Minyak cumi berfungsi sebagai pelicin gerak larva dan penghilang busa dari air. Diberikan pada larva kerapu tikus stadia D1 -
D8 dengan pemberian 3 kali sehari.
2.3.5. Pemeliharaan Larva
A. Pengelolaan Air
Untuk memenuhi
kebutuhan air laut, telah menggunakan mesin pompa air bertenaga 2850 rpm untuk
menyedot dan mengalirkan air dari pantai menggunakan pipa berdiameter 3 inci
dan panjangnya 20 m. Pengambilan air laut dilakukan pukul 10.00, setelah air di
pompa kemudian di alirkan ke dalam bak filter yang digunakan untuk menyaring
air laut dari kotoran yang dibawa. Bak filter menggunakan bahan filtrasi yaitu
konstruksi dari bawah berupa waring;sekat;waring;pasir
kuarsa;waring dan batu sungai. Setelah melewati filtrasi disalurkan ke bak
treatment kemudian air disterilkan supaya
organisme yang ada dalam air mati dan layak dipakai untuk pemeliharan maupun
kegiatan operasional yang lain.
Sterilisasi air laut pada bak treatment menggunakan
klorin sebagai penambahan air laut dengan dosis 10 ppm dan di biarkan selama 7
jam agar organisme pada air laut mati. Setelah 10 jam pemberian klorin
diberikan deo sulfat yang berbentuk kristal dengan dosis 0,5 gr/ton yang
berfungsi untuk menetralkan kandungan klorin pada air, selain itu pada bak
treatment dipasang aerasi 4 titik/bak supaya air laut cepat menetral. Kemudian
pada pukul 07.00 air laut siap disalurkan kedalam bak tandon menggunakan mesin
pompa dan ditampung lagi di tandon plastik yang berkapasitas 1 dan air baru
disalurkan pada bak-bak yang membutuhkan. Pemberian air juga memakai filter bag
sebagi penyaring kotoran yang ikut saat pengisian.
Setiap pagi air di
dalam bak larva selalu diganti dan disipon supaya mengurangi penumpukan kotoran
di dasar bak. Untuk lebih jelasnya lihat pada Gambar 14. Berikut merupakan presentase masa pergantian air
dalam bak:
a)
D8 - D10 =
5%
b)
D10 - D15 =
10%
c)
D15 - D20 =
15%
d)
D20 - D25 =
20%
e)
D25 - D30 =
25%
f)
Panjang 1,5 cm - 3,5 cm = 50%
Sebelum dilakukan pergantian
air, bak disipon dahulu. Saat penyiponan pertama hingga grading menggunakan obat
pengurai berlabel Develop yang berfungsi
membasmi bakteri dan mengendapkan kotoran di dalam bak. Develop diberikan pada
sore hari setelah penyiponan, pemberianya dengan dilarutkan pada 5 liter air dengan dosis 2,5 gr/10ton air bak. Penyiponan dilakukan sehari 2 kali.
Untuk memperbaiki parameter kualitas air dalam bak diberikan
plankton jenis Chlorella yang berfungsi sebagai shelter / peneduh bagi larva
dan juga sebagai pakan
alami untuk Rotifera.
B. Pengelolaan pakan
Pemberian pakan untuk
larva sangat penting untuk di perhatikan karena harus di sesuaikan dengan
bukaan mulut. Pemberian pakan yang kandungan nutrisinya rendah serta waktu pemberian yang kurang tepat dapat
menyebabkan mal nutrisi yang dapat
menyebabkan pertumbuhan larva menjadi lambat dan daya tubuhnya terhadap
penyakit menurun serta bentuk badan larva menjadi abnormal seperti scoliosis (tulang
bengkok ke atas), lordosis (tulang bengkok ke samping), kepala besar dan katup insang berlubang serta bentuk mulut yang tidak normal. Secara alami larva ikan kerapu tikus yang baru menetas sudah di
bekali dengan cadangan makanan berupa yolk egg (kuning telur), cadangan makanan ini akan habis dalam waktu
sehari, sehingga perlu dilakukan pemberian pakan alami dan pakan buatan.
a. Pakan Alami
- Chlorella ( Nannochloropsis sp )
Chlorella merupakan jenis
fitoplankton yang bercirikan warna
hijau tua apabila dalam jumlah yang padat. Chlorella di berikan
pada larva kerapu tikus stadia D2-D40 (grading larva pertama), berfungsi sebagai shelter / peneduh bagi
larva dari sinar UV yang dapat mengakibatkan stres. Chlorella juga merupakan pakan alami bagi Rotifera. Chlorella dapat di kultur secara massal dalam perairan secara berkala, berikut proses kulturnya:
a.
Cuci bak yang akan di pakai untuk kultur Chlorella dengan larutan detergen dan air tawar
agar terbebas dari kotoran dan organisme lain yangdapat mengganggu selama
proses pengulturan berlangsung. Bak yang dipakai terbuat dari beton dengan
volume 10 ton.
b.
Setelah bak bersih dan kering isi dengan air laut
bersalinitas 30-35 ppt yang disaring dengan filter bak sebanyak 8 ton.
c.
Setelah pengisian air cukup. Kemudian tambahkan pupuk
kimia agar Chlorella dapat tumbuh dengan cepat dan subur. Pupuk kimia yang
dipakai yaitu ZA (29 gr/ton), TSP (10 gr/ton) dan Urea (40 gr/ton). Untuk pupuk
TSP dilarutkan dahulu dengan perendaman air selamah ± 24 jam sebelum dipakai
dan diaduk-aduk karena susah untuk hancur.
d.
Setelah pemberian pupuk selesai, bak diisi dengan
chlorella yang telah siap panen sebanyak 2 ton. Pasang aerasi 3 titik dalam bak
sebagai penyuplai Oksigen.
e.
Chlorella dibiarkan berfotosintesis selama 6 hari agar
tumbuh padat dan kandungan pupuk kimianya netral sehingga aman dipakai untuk
larva.
Untuk pengulturan Chlorella sebaiknya dilakukan pada pagi hari
pukul 09.00 supaya pada saat siang dapat langsung berfotosintesis. Pemberian pada larva dilakukan setelah pergantian air, kepadatanya
juga harus diperhatikan supaya tidak terjadi blooming di dalam bak, berikut kepadatan yang ditentukan:
o Stadia larva D2-D6
diberikan Chlorella dengan padat
500 ribu sel/ml dengan pemberian 1 kali sehari.
o Stadia larva D7-D20
diberikan chlorella dengan padat 500 ribu-1 juta sel/ml dengan pemberian 1 kali
sehari.
o Stadia larva D20-D40
diberikan chlorella dengan padat 500 ribu sel/ml dengan pemberian 1 kali
sehari.
Pemberian Chlorella
pada bak pemeliharaan menggunakan sistem terminal, yaitu dengan penyaluran
Chlorella ke dalam bak penampungan sementara, kemudian dari bak penampungan
baru di salurkan ke dalam bak pemeliharaan larva yang membutuhkan. Dengan
pemberian sistem terminal ini dapat mencegah terjadinya kontaminasi antar
biota. Untuk bak kultur
Chlorella telah penyusun pasang pada Gambar 8 di Lampiran 5.
- Rotifera (Brachionus sp)
Rotifera merupakan jenis
zooplankton, apabila telah padat akan
berwarna coklat muda. Rotifera merupakan jenis plankton parthenogenesis yaitu
bertelur tanpa tahap perkawinan. Rotifera bersifat filter free non selecting
atau menyerap apa saja tanpa diseleksi, artinya bersifat omnivora. Rotifera diberikan pada larva kerapu tikus
pada setadia D2 - D40. Rotifera dapat dikultur secara massal dengan pakan utama
Chlorella, berikut merupakan teknik kultur Rotifera secara massal :
a.
Cuci bak yang akan dipakai kultur dengan larutan
detergen dan air tawar agar bak bersih dari kotoran dan organisme lain yang
dapat mengganggu selama proses pengulturan berlangsung, volume bak kultur 4
ton.
b.
Setelah bak bersih dan kering isi dengan air laut
bersalinitas 30-35 ppt yang disaring menggunakan filter bak sebanyak 2 ton.
c.
Kemudian masukan Chlorella yang telah siap panen
kedalam bak sebanyak 2 ton.
d.
Isi bak dengan Rotifera yang telah dipanen sebanyak 30
liter menggunakan plankton net. Pasangkan aerasi sebanyak 2 titik sebagai
penyuplai oksigen untuk pertumbuhan.
e.
Setelah berumur 3 hari Rotifera sudah dapat dipanen
dengan kepadatan 5-7 ind/ml, pemanenan menggunakan plankton net ukuran 200 mesh
size.
Pemberian pada larva
dilakukan pada pukul 09.00 atau setelah pemberian pakan buatan apa bila telah
dipakai, Untuk pemberian harus disesuaikan dengan kebutuhan larva supaya dapat
tumbuh dengan baik, berikut merupakan uraian pemberiannya :
o Stadia larva D2-D4
diberikan dengan padat 1-3 ind/ml à I kali/hari
o Stadia larva D5-D7
diberikan dengan padat 2-3 ind/ml à I kali/hari
o Stadia larva D8-D40
diberikan dengan padat 3-5 ind/ml à I kali/hari
- Artemia salina
Artemia salina
merupakan plankton berjenis hewan yang bercirikan warna tubuh coklat kemerahan
apabila sudah masuk stadia naupli. Artemia diberikan pada larva kerapu tikus
pada stadia D13 - D50, disini menggunakan produk Artemia dari INVE. Sebelum dikultur
harus melalui tahap dekapsulasi (penipisan lapisan cangkang) dahulu, bahan yang
diperlukan berupa klorin dan soda api, fungsinya supaya cangkang pada kista
menipis dan memudahkan penetasan. Untuk kultur Artemia telah penyusun pasang pada Gambar 9 di Lampiran 5. Berikut merupakan
teknik dekapsulasi kista Artemia :
a.
Sterilkan dahulu peralatan yang akan dipakai dengan
air tawar. Peralatan yang digunakan adalah ember, pipa pengaduk, scoop net 200
mesh size.
b.
Isikan ember dengan air tawar sebanyak 5 liter. Tuang
kista satu kaleng (425 gr) kedalam scoop net lalu rendam dengan air tawar yang
ada dalam ember hingga 30 menit. Perendaman ini bertujuan mengembangkan kista
supaya pendekapan mudah.
c.
Kemudian angkat kista dan siram menggunakan air tawar.
Air pada ember tadi diganti dengan air baru sebanyak 5 liter.
d.
Tuangkan kista kedalam ember lalu tuangkan klorin dan
soda api masing-masing 500 ml. aduk selama ± 15 menit menggunakan pipa. Apa
bila kista sudah berwarna coklat muda tuang kedalam scoop net dan siram dengan
air tawar hingga bersih. Air pada ember diganti yang baru
e.
Setelah kista bersih tuangkan dalam ember yang telah
di isi air dan tuangkan lagi klorin dan soda api sebanyak 500 ml dan aduk lagi
hingga kista berwarna merah bata proses penglorinan dan soda api diulang lagi.
f.
Setelah kista berwarnah merah kecoklatan secara merata
tuangkan kedalam scoop net dan siram menggunakan air tawar hingga kandungan
klorin dan soda api bersih.
g.
Gantungkan kista hingga tak berair dan tiriskan
kedalam baskom.
h.
Kista siap dikultur dan sisanya dapat ditaruh dilemari
es supaya tidak menetas, kista diwadahkan dalam plastik.
Setelah cangkang kista menipis dapat langsung
ditetaskan. Berikut cara penetasan Artemia salina :
a.
Cuci ember yang akan digunakan wadah kultur dengan air
tawar supaya bersih dari kotoran dan organisme lain yang dapat mengganggu
selama proses pengulturan berlangsung. Ember yang digunakan bervolume 30 liter.
b.
Isikan ember dengan air laut bersalinitas 30-35 ppt
sebanyak 25 liter lalu tuangkan kista yang telah siap didekap.
c.
Pasangkan aerasi satu titik sebagai penyuplai oksigen untuk
penetasan dan pertumbuhan Artemia salina. Kira-kira dalam waktu 24 jam siap untuk dipanen dan diberikan pada larva.
Pemberian Artemia
salina untuk larva harus memperhatikan stadia dan umur larva. Ketika larva
sudah memiliki spina yang panjang kira-kira berumur 17 hari sudah dapat
diberikan Artemia, berikut uraiannya :
o Stadia larva D17 – D20
diberikan dengan padat 3-5 ind/ml à 2 kali sehari
o Stadia larva D21 – D30
diberikan dengan padat 4-6 ind/ml à 2 kali sehari
o Stadia larva D31 – D50
diberikan dengan padat 5-7 ind/ml à 2 kali sehari
- Udang kecil / Rebon
Rebon merupakan udang sungai yang
masih berukuran kecil. Rebon didapat dengan pembelian dari masyarakat sekitar.
Setiap harinya membutuhkan ± 12 kantong rebon, diberikan pada larva stadia D40
- D60 dengan waktu pemberian 3 kali sehari. Rebon ditampung dalam styrofoam
bervolume 50 liter dengan air bersalinitas 15-20 ppm, serta aerasi sebagai
penyuplai oksigen.
b. Pakan Buatan
- Pellet Produk Rotemia
Rotemia merupakan
produk pakan buatan yang dikeluarkan oleh O.S.I. salah satu pabrik pellet ikan
di Amerika. Rotemia berbentuk
bubuk halus berwarna merah muda dan merupakan pakan buatan pertama yang
diberikan untuk larva.Rotemia diberikan pada larva stadia D8 - D16. Untuk waktu
pemberian pada D8 - D10 diberikan 2 kali sehari, stadia D11 - D13 diberikan 3
kali sehari dan D14 - D16 diberikan 14 kali sehari. Pemberian dibagi menjadi 4
titik dalam bak dengan memakai saringan teh supaya Rotemia tidak menggumpal. Untuk pellet produk Rotemia telah penyusun
pasang pada Gambar 13 di Lampiran 5.
- Pellet Produk Otohime
Produk pakan buatan
berupa pellet dari otohime yang dipakai memiliki beberapa ukuran tersendiri
secara runtun. Sehingga dapat diberikan pada larva kerapu tikus mulai stadia
D14 dengan pemberian yang telah diatur. Berikut merupakan tipe pellet yang
diberikan secara adlibitum :
a.
Pellet tipe A1 : diberikan pada larva karapu tikus
stadia D14 - D24
b.
Pellet tipe A2 : diberikan pada larva karapu tikus
stadia D21 - D30
c.
Pellet tipe B1 : diberikan pada larva karapu tikus
stadia D28 - D36
d.
Pellet tipe B2 : diberikan pada larva karapu tikus
stadia D36 – size 2,5 cm
e.
Pellet tipe C1 : diberikan pada larva karapu tikus
size 2,5 – 2,7 cm
f.
Pellet tipe S1 : diberikan pada larva karapu tikus
size 2,7 – 3 cm
g.
Pellet tipe S2 : diberikan pada larva karapu tikus
size 3 – 3,5 cm
Pakan pellet ini
diberikan secara adlibitum yang artinya disesuaikan dengan kemauan larva
apabila larva kurang merespon berarti belum waktunya untuk pemberian. Diberikan
secara merata dipermukaan bak, supaya rentan tenggelamnya lama dan bisa dimakan
oleh larva. Apabila pakan sudah tenggelam didasar bak larva tidak akan mau
memakannya dan akan memicu tumbuhannya bakteri dan jamur. Untuk gambar stok pakan telah penyusun pasang
pada Gambar 20 di Lampiran 5.
C. Perkembangan Larva
Larva akan menetas
kira-kira dalam waktu 19 jam setelah telur dibuahi. Panjang total larva kerapu
tikus yang baru menetas adalah 1,2-1,3 mm (Kohnoet.al, 1990). Ketika larva berumur 1 hari (D1)
saluran pencernaannya sudah mulai berbentuk, tetapi mulut, anus, dan matanya
belum sempurna, pada umur 2 hari (D2) masih bersifat planktonik yakni bergerak mengikuti arus air dan sistem
penglihatan masih belum sempurna.
Pada umur 3 hari (D3)
sudah mulai terbentuk pigmen melanovor disekitar lambung dan mata sudah mulai terbentuk. Pembentukan pigmen terus
menyebar kebagian ekor hinggga hingga larva berumur 6 hari (D6).Ketika larva
berumur 7 hari (D7) pigmentasi terbentuk lebih banyak, di awali pada pangkal
ekor.Pada umur 9 hari (D9) calon sirip duri (spina) atau sering disebut sensor
pada dada sudah mulai terbentuk dan pembentukan di sensor di punggung terbentuk
pada umur 10 hari (D10).
Pembentukan bintil
yang semakin menebal di bagian lambung menandakan pertumbuhan ikan yang baik,
pada (D11) sirip punggung tampak semakin memanjang. Pertumbahan panjang spina (duri panjang calon
sirip) yang bentuknya menyerupai layang – layang terus berlangsung hingga larva
berumur 20 – 21 hari. Spina ini selanjutnya berubah menjadi sirip keras pada punggung dan dada. Perubahan spina ini mulai terlihat pada larva umur 25 hari. Pembentukan bintik – bintik hitam juga terjadi ketika larva berumur 25
hari (D25) dan semakin banyak hingga larva berumur 45 hari.
Ketika awal grading
larva (D40) panjang total tubuhnya D8 – 1,5 cm. biasanya dijadikan 3 ukuran dan
juga di bagi menjadi 3 bak. Perlakuan grading terus di lakukan apabila
perbedaan ukuran larva terlihat drastis, biasanya grading di lakukan sekali
dalam seminggu.
D. Pengendalian Hama dan
Penyakit
Penyakit
yang menyerang larva harus selalu di waspadai. Cara utama untuk pencegahannya
yakni pengontrolan kualitas air secara intensif, sirkulasi air yang rutin,
pemberian pakan dengan campuran vitamin, perendaman dengan air tawar dan
perlakuan yang halus supaya larva tidak stres, karena apabial larva stres
resiko terserang penyakitnya lebih besar.
Beberapa
tanda yang menunjukkan bahwa larva sedang sakit adalah warna tubuh pucat dan
nafsu makan menurun, perumbuhan lambat, berenag tidak normal, dan anatomi tubuh
yang abnormal seperti mata putih dan pembengkakan pada organ tubuh. Apabila
larva dalam keadaan sehat mamiliki ciri – ciri warna sisik cerah, berenang
aktif dan normal, nafsu makan yang baik, organ tubuh sempurna dan tidak
terdapat luka serta respon terhadap lignkungan dan sekitar.
Beberapa jenis yang menyerang larva kerapu
tikus antara lain :
A. Jamur
Jenis penyakit yang
disebabkan oleh jamur yang menyerang larva kerapu tikus yakni saprolegniasis
yang di sebabkan oleh jamur Saprolegnia sp, serangan jamur ini di tandai dengan
perubahan kulit menjadi putih abu – abu dan organ tubuh membengkak.Upaya
pengendaliannya dengan perendaman air tawar selama 15 menit, upaya ini
dilakukan beberapa hari hingga jamur benar – benar lepas dari tubuh.
B.
Bakteri
Jenis penyakit yang disebabkan
oleh bakteri yang meyerang larva kerapu tikus adalah vibriosis yang disebabkan
oleh vibria bacteria.Serangan bakteri ini sering mematikan larva yang di tandai
dengan ikan bergerak lemas dan adanya noda – noda merah pada sirip.Upaya
pengendaliannya dengan melakukan perendaman air tawar selama 15 menit dan
perendaman dengan hidrogen peroksida (H2O2) selama 10 menit dengan dosis 50
ppm.
C. Virus
Jenis penyakit yang di
sebabkan oleh virus adalah Viral Necrotic Nerveous (VNN) yang di sebabkan oleh
virus nodavirus.Serangan virus ini sangat bahaya karena dapat mematikan larva
secara massal. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat membasmi virus ini,
salah satu cara untuk membasminya dengan memusnahkan larva yang terserang virus
tersebut. Cara melemahkan serangan virus adalah dengan perndaman air tawar
selama 15 menit dna perndaman hidrogen peroksida (H2O2) selama 10 menit dengna
dosis 50 ml/ton. Cara ini di lakukan hingga beberapa hari sampai benar – benar
sehat.
2.3.6. Pemanenan Larva
A. Penyeleksian Larva
Pemanenan dilakukan
pada saat larva sudah mencapai 3 cm karena pada ukuran ini larva sudah cukup
tahan. Sehari sebelum pemanenan dilakukan penggradingan terlebih dahulu untuk
menentukan ukuran dan jumlah larva yang akan dipanen. Penggradingan larva diletakkan
pada ember grading dengan mangkok kecil dan penggaris sebagai penentu ukuran
larva. Untuk menyeleksi antara larva yang cacat dan
tidak cacat memakai saringan kelapa. Setelah penggradingan selesai larva
diletakkan pada bak dengan air 5 ton, apabila bak penuh dapat diletakkan dalam
tudung saji berdiameter 30 cm dengan padat tebar 300 ekor. Pemasangan aerasi
untuk penyuplai oksigen sebanyak 21 titik.
B. Pemuasaan
Setelah larva hasil
grading ditaruh dalam bak sebaiknya dipuasakan selama satu hari untuk
mengurangi kotoran (feces) yang ada dalam tubuh larva dan mencegah kemuntahan
dalam plastik saat pengiriman. Selama pemuasaan, permukaan bak ditutup menggunakan terpal plastik untuk
mencegah kekanibalan pada larva dan supaya kondisi tetap tenang agar larva
tidak setres.
C. Panen
Setelah proses pemuasaan
selesai, dapat segera dilakukan pemanenan pada larva. Pemanenan dilakukan
dengan hati – hati supaya tidak berdampak stress pada larva, berikut perlakuan
panen larva yang benar:
a)
Siapkan peralatan panen yang akan digunakan berupa:
ember, aerasi, mangkok kecil, tudung saji, tong besar, ember, dan thermometer.
b)
Kurangi air bak hingga ketinggian 40 cm dari dasar
bak.
c)
Tangkap larva dengan tudung saji lalu angkut menggukan
ember ketempat penghitungan.
d)
Penghitungan dibagi dalam beberapa ember, untuk ukuran
3-3,5 cm dapat diisikan 250 ekor/plastik packing dengan tambahan palasi (bonus)
3 ekor.
e)
Siapkan kantong plastik untuk packing dengan ukuran 40
x 120 cm, kemudian tali sudut antara 2
plastik menggunakan karet gelang supaya larva tidak terjepit kemudian jadikan
satu, tujuan plastik dirangkap 2 supaya dapat diantisipasi bila terjadi
kebocoran selama pengiriman.
f)
Plastik diisi air laut sebanyak 5 liter dengan suhu
air 25 °C, lalu larva dimasukkan dan diberi oksigen dalam plastik, kemudian tali
menggunakan karet gelang. Perbandingan antara air dan oksigen di dalam kantong
plastik adalah 1:2.
g)
Masukan kantong plastik kedalam styrofoam kemudian
beri es supaya suhu dalam styrofoam tetap terjaga.
h)
Tutup rapat styrofoam dengan lakban.
i)
Larva siap dikirimkan.
2.3.7. Analisa Usaha
A. Biaya Investasi
No
|
Jumlah
|
Satuan
|
Harga (Rp)
|
Jumlah (Rp)
|
|
1
|
Lahan
|
448
|
m ²
|
Rp
50,000.00
|
Rp
22,400,000.00
|
2
|
Bak pemeliharaan
|
12
|
buah
|
Rp
2,000,000.00
|
Rp
24,000,000.00
|
3
|
Bak pengelola air
|
1
|
unit
|
Rp
20,000,000.00
|
Rp
20,000,000.00
|
4
|
Bak plankton
|
1
|
unit
|
Rp
10,000,000.00
|
Rp
10,000,000.00
|
5
|
Pompa
|
10
|
buah
|
Rp
1,000,000.00
|
Rp
10,000,000.00
|
6
|
Hiblow
|
2
|
buah
|
Rp
2,000,000.00
|
Rp
4,000,000.00
|
7
|
Instalasi aerasi
|
1
|
unit
|
Rp
1,000,000.00
|
Rp
1,000,000.00
|
8
|
Instalasi listrik
|
1
|
unit
|
Rp
500,000.00
|
Rp 500,000.00
|
9
|
Genset 220 KVA
|
1
|
buah
|
Rp
5,000,000.00
|
Rp
5,000,000.00
|
10
|
Pipa
|
1
|
unit
|
Rp
1,000,000.00
|
Rp
1,000,000.00
|
11
|
Tenaga Kerja
|
5
|
orang
|
Rp
900,000.00
|
Rp
4,500,000.00
|
Jumlah biaya investasi Rp 102,400,000.00
|
|||||
B.
Biaya Produksi
No
|
Item
|
Jumlah
|
Satuan
|
Harga
|
Total
|
1
|
Telur
|
1,800,000
|
Butir
|
Rp 3.00
|
Rp 5,400,000.00
|
2
|
Pupuk
|
24
|
Sak
|
Rp 80,000.00
|
Rp 1,920,000.00
|
3
|
Artemia
|
36
|
Kaleng
|
Rp 495,000.00
|
Rp 17,820,000.00
|
4
|
Rebon
|
360
|
Plastic
|
Rp 5,000.00
|
Rp 1,800,000.00
|
5
|
Formalin
|
24
|
Jerigen
|
Rp 95,000.00
|
Rp 2,280,000.00
|
6
|
Obat
|
4
|
Bag
|
Rp 250,000.00
|
Rp 1,000,000.00
|
7
|
Pakan EP1
|
72
|
Kg
|
Rp 64,000.00
|
Rp 4,608,000.00
|
8
|
Pakan EP2
|
90
|
Kg
|
Rp 52,000.00
|
Rp 4,680,000.00
|
9
|
Gaji Karyawan
|
12
|
Bulan
|
Rp 2,200,000.00
|
Rp 26,400,000.00
|
10
|
Listrik
|
12
|
Bulan
|
Rp 1,000,000.00
|
Rp 12,000,000.00
|
Jumlah Biaya Produksi
|
Rp 77,908,000.00
|
C.
Biaya lain-lain
No
|
Item
|
Jumlah
|
Satuan
|
Total
|
1
|
Perawatan alat
|
5%
|
1 paket
|
Rp5,120,000.00
|
2
|
Penyusutan
|
10%
|
-
|
Rp10,240,000.00
|
Rp15,360,000.00
|
D.
Biaya Penjualan
No
|
Jumlah Panen (ekor)
|
Harga per/cm
|
Total Siklus
(ekor)
|
Total Penjualan
|
|||
Ukuran
|
Siklus 1
|
Siklus 2
|
Siklus 3
|
||||
1
|
Ikan 3 cm
|
17,600
|
18,200
|
21,000
|
Rp 1,000.00
|
56,800
|
Rp 170,400,000.00
|
2
|
Ikan 5 cm
|
15,200
|
21,000
|
18,200
|
Rp 1,000.00
|
54,400
|
Rp 272,000,000.00
|
Total Penjualan dalam 3 siklus
|
Rp 442,400,000.00
|
Ø Jumlah Pengeluaran
Jumlah biaya investasi Rp 102,400,000.00
Jumlah
biasa produksi Rp 77,908,000.00
Jumlah biaya lain-lain Rp 15,360,000.00 +
Rp
195,668,000.00
Ø Jumlah Keuntungan
Jumlah Penjualan Rp
442,400,000.00
Jumlah Pengeluaran Rp
195,668,000.00 -
Rp
246,732,000.00
Ø B/C Rasio
Jumlah
Keuntungan Rp
246,732,000.00
Jumlah
Pengeluaran Rp
195,668,000.00 ÷
1,4
Jadi
usaha tersebut layak untuk dilakukan karena memiliki B/C Rasio lebih dari 1 (
> 1 ).
BAB III
MASALAH DAN PEMBAHASAN
3.1. Masalah
a.
Daya tetas telur / hatching rate yang rendah
b.
Waktu panen larva yang kurang tepat
c.
Perlakuan grading larva yang kurang tepat
3.2. Pembahasan
a. Dalam penetasan telur
perlu diperhatikan kualitas telur yang akan ditebar supaya daya tetas telur / hatching
rate tinggi dan kualitas larva yang
baru menetas bagus. Telur yang kualitasnya bagus memiliki ciri-ciri :
·
Bersifat pelagis atau mengapung di air.
·
Telur berwarna bening/transparan.
·
Telur berdiameter 850 - 950 mikron.
·
Bebas dari pathogen.
b. Dalam pemanenan larva,
penentuan waktu dan
ketentuannya harus diperhatikan untuk menghindari stress pada saat packing dan pengiriman. Waktu yang tepat saat panen adalah pagi atau sore hari, dimana suhu
dalam keadaan sedang
(25 – 28 ºC) sehingga larva tidak mudah stress
dengan perlakuan yang hati-hati.
Larva yang siap dipanen berukuran sekitar >3
cm sehingga sudah tahan dalam packing dan pengiriman.
c.
Dalam penggradingan larva sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan
teliti, karena kondisi larva masih belum sempurna (mudah stress) dan ukurannya
yang kecil dengan perbedaan yang tipis. Berikut merupakan cara grading larva
yang benar :
·
Siapkan bak yang akan dipakai untuk larva hasil grading serta peralatan
grading yaitu tudung saji, saringan, mangkok kecil dan ember.
·
Bak larva yang akan di grading disifon, kemudian air dikurangi sampai
ketinggian 40 cm di atas dasar bak.
·
Larva di tangkap dengan hati-hati menggunakan saringan dan dipindahkan
ke dalam tudung saji memakai ember, dilakukan secara berkala.
·
Larva dalam tudung saji kemudian di grading, biasanya dijadikan 3
ukuran.
·
Larva yang sudah dijadikan dalam satu wadah (satu ukuran) dimasukan
dalam ember dan dipindahkan dalam bak yang telah tersedia.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
a.
Proses pematangan gonad pada induk dapat dipercepat melalui pemberian asupan
makanan yang mengandung protein yang tinggi seperti rucah dan cumi serta
pemberian multivitamin secara teratur.
b.
Manipulasi lingkungan adalah penyesuaian kehidupan induk dalam bak pemeliharaan
dengan habitat aslinya di alam. Proses ini juga dapat mendukung percepatannya
proses pematangan gonad.
c.
Dalam bak berisi air 8 ton dapat ditebari telur sebanyak 100.000 butir, sebelum di tebar sebaiknya air
bak di beri antibiotik dahulu supaya terbebas dari bakteri dan jamur.
d.
Pemakaian air tawar dalam pembenihan yaitu untuk sterilisasi sarana dan
prasarana, pencucian bak pemeliharaan serta mematikan bakteri dan parasit air
laut yang menempel pada tubuh ikan.
4.2. Saran
a.
Larva yang cacat sebaiknya jangan di tebar ke laut, hal ini dapat
mempengaruhi jenis asli ikan kerapu yang
ada di alam, terutama kerapu hasil hybrid cantang (kerapu macan >< kerapu
kertang).
b.
Teknisi sebaiknya memberikan kepercayaan kepada keryawannya dalam hal
operasional kerja supaya tetap terjalin hubungan yang baik selama kerja.
c.
Saat penebaran telur sebaiknya di pakai telur yang kualitasnya baik dengan
melihat secara langsung telur yang akan dibeli, agar tingkat tetasnya tinggi
dan memaksimalkan hasil panen.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar dan Sudaryanto (2001). Pemberian
pakan secara adlibitum pada
ikan kerapu.
Mustami et.al (2004). Manipulasi lingkungan pada
pemeliharaan
induk ikan kerapu tikus.
Subyakto
dan Cahyaningsih (2005). Lama penetasan telur ikan kerapu tikus.
Sugama (1998).Perbedaan kelamin jantan dan
betina pada ikan kerapu tikus.